Rahmad Maulizar. Sumber foto: Instagram @rahmad_maulizar |
Tak banyak orang yang sadar akan karunia
yang ia dapatkan dan lalu membaginya untuk orang lain. Segelintir orang
tersebut adalah Rahmad Maulizar.
Selama 18 tahun, ia mengaku mengalami
pahitnya pengalaman hidup saat merasakan memiliki bibir sumbing. Hingga pada
akhirnya saat ia bisa menjalani operasi gratis dan kondisi bibirnya membaik, ia
pun ingin banyak orang yang senasib dengannya bisa turut merasakan bahagianya
terlepas dari bibir sumbing.
Bibir sumbing atau cleft palate atau
labioskizis adalah kelainan bawaan yang ada pada seseorang sejak ia lahir.
Kondisi ini ditandai dengan adanya celah atau belah pada bagian atas bibir.
Penyebabnya adalah jaringan yang membentuk bibir tidak bergabung dan menutup
sepenuhnya sebelum kelahiran.
Dalam dunia medis, diduga penyebab dari
bibir sumbing ini adalah kelainan bawaan yang berhubungan dengan faktor genetik
dan lingkungan. Sedangkan cara untuk mengatasi bibir sumbing ini adalah dengan
operasi.
Akibat dari bibir sumbing bagi
penderitanya adalah kesulitan menelan dan berbicara secara normal. Belum lagi
akibat sosial yang memandang sebelah mata fisik penderita bibir sumbing.
Berbagai pengalaman tidak mengenakkan
itulah yang membuat Rahmad ingin membuat banyak anak di Aceh bisa merasakan
bahagianya memiliki bibir seperti kebanyakan orang pada umumnya.
“Karena
hidup dengan mengalami cacat di wajah itu tidak nyaman dan tidak percaya diri. Saya
sudah merasakan pengalaman pahit dari ke bibir sumbing, lebih kurang selama
hampir 18 tahun. Dan itu tidak mudah. Oleh karena itu, saya action
membantu masyarakat untuk kembali tersenyum,”
tekad Rahmad.
Pengalaman Merasakan Sempurnanya Senyum di Usia 18 Tahun
Bisa memiliki bibir seperti kebanyakan
orang adalah penantian yang tidak sebentar bagi Rahmad. Ia mengaku, dulu di
usianya 15 tahun, Rahmad mendaftar sebagai pasien operasi bibir sumbing di
tahun 2008.
Namun baru pada tahun 2011 atau saat
usianya 18 tahun, ia baru bisa terbebas dari bibir sumbing melewati operasi
gratis.
“Setelah saya merasakan sempurnanya
senyum saya, saya akhirnya ingin turut menyebarkan kebaikan yang sama bagi
penderita bibir sumbing dan di seluruh Aceh,” tutur pria kelahiran Meulaboh 20
September 1993.
Agar banyak anak bisa merasakan manfaat
dari operasi bibir sumbing, Rahmad lantas melakukan sosialisasi dengan
berkeliling banyak tempat di Aceh. Bahkan pendataan anak yang menderita bibir
sumbing ini ia lakukan sampai masuk ke pedalaman.
Kegiatan mendata dan sosialisasi ini meliputi mencari anak yang menderita bibir sumbing, menawari keluarganya agar anaknya mau dioperasi, hingga menjelaskan dampak setelah operasi bibir sumbing dilakukan.
Diakuinya,
hingga kini sudah ribuan anak Aceh yang sudah dibantu operasi bibir sumbing
gratis melalui program Smile Train Indonesia. “Ya, saya terus melakukan
sosialisasi mendata berkeliling ke daerah hingga kepedalaman Aceh untuk mencari
anak-anak yang mendapat bibir sumbing agar dioperasi segera mendapatkan senyum
baru pada wajahnya. Dan menjelaskan dampak setelah operasi bibir sumbing dilakukan,”
terang Rahmad.
Saat
melakukan pendataan dan bertemu dengan orang tua yang memiliki anak dengan
kondisi bibir sumbing, Rahmad juga melakukan edukasi dan motivasi pada orang
tua. Ia akan mengajak orang tua dari anak tersebut untuk segera mengajak anaknya
operasi dengan bantuan dari Rahmad dan Smile Train Indonesia.
“Kita
mengajak untuk segera kita bantu operasi. Nah, kita tidak bisa memaksa para
orang tua hebat ini yang mempunyai anak istmewa ini untuk dioperasi,” ujar
Rahmad.
Untungnya,
hampir semua orang tua yang didatangi Rahmad menyetujui agar anaknya yang
memiliki bibir sumbing bisa dioperasi. Apalagi saat Rahmad menujukkan bukti
yang ada pada dirinya, bahwa dari pengalamannya melakukan operasi bibir
sumbing, semuanya berjalan baik-baik saja.
Setelah
orang tua yang menyetujui anaknya dioperasi bibir sumbing, maka jika waktunya
tiba, mereka akan dijemput dengan menggunakan mobil dari Smile Train Indonesia
untuk dibawa ke Rumah Sakit Malahayati.
Operasi
yang dilakukan di rumah sakit yang berada di Banda Aceh ini merupakan mitra kerja
sama dengan Smile Train Indonesia. Secara rutin setiap minggunya, ada jatah
rutin operasi di rumah sakit tersebut.
Keluarga ini menempuh perjalanan hingga 14 jam dari kampung halamannya ke RS Malahayati Banda Aceh demi operasi bibir sumbing untuk buah hatinya. Sumber foto: Instagram @rahmad_maulizar |
Untuk
bisa melakukan operasi bibir sumbing ini, menurut Rahmad caranya cukup
menghubunginya saja. Tanpa dipungut biaya. Asalkan calon pasien berusia minimal
3 bulan dan dengan berat badan minimal 5 kg.
Tak
hanya sampai selesai operasi, Rahmad pun melakukan pendampingan pad akeluarga
pasien hingga operasi selesai. Bahkan menurutnya, hubungan yang terjadi antara
ia dan keluarga pasien operasi bibir sumbing ini kemudian akan menjadi sebentuk
persaudaraan. Bahkan bagi Rahmad, pendampingan terhadap pasien ini berlangsung
hingga anak yang usai melakukan operasi benar-benar bisa tersenyum dan percaya
diri.
“Ya, nampaknya sangat bahagia mungkin ya, sangat
senang apalagi ibu hatinya. Jadi mereka melihat anak yang sudah tersenyum itu
sangat bahagia. Kita juga bahagia, bahagia
sekali,” aku Rahmad tentang dampak yang ia dan orang tua pasien rasakan usai
operasi bibir sumbing.
Berbagai Pengalaman Unik Rahmad Saat Melakukan Sosialisasi dan Pendataan
Bisa
dibilang, apa yang dilakukan Rahmad untuk bisa mendapat data anak-anak yang
memiliki bibir sumbing dan mengajaknya operasi tersebut nyatanya memiliki
banyak tantangan. Rahmad tidak hanya sekedar berkeliling, akan tetapi juga
masuk hingga pedalaman.
Kunjungan Rahmad ke Desa Alue One Aceh Barat dalam rangka mengunjungi bayi berusia 4 bulan yang mengalami bibir sumbing untuk segera dioperasi. Sumber foto: Instagram @rahmad_maulizar |
Usaha
Rahmad tersebut ia lakukan dengan berkeliling ke segala penjuru Provinsi Aceh
yang berjumlah 23 kabupaten dan kota. Beberapa hal yang menurut saya unik
tentang cerita Rahmad ini antara lain sebagai berikut.
1. Bermodal sepeda motor
saat melakukan pendataan
Saat
berkeliling untuk mendata pasien bibir sumbing, alat transportasi yang digunakan
Rahmad adalah sepeda motor. Sedangkan untuk
biaya transportasi seperti bensin ini berasal dari biaya sendiri dan juga
pendanaan dari pihak ke dua.
“Kalau
ini kita biaya sendiri dan itu juga ada pihak kedua ya, yang membantu untuk ke lapangan,” aku Rahmad.
2. Survey bermodal tenda
Ketika
melakukan pendataan, tak jarang Rahmad harus menempuh waktu berhari-hari. Ia pun
tak jarang harus menginap di perjalanan atau di tempat tujuan.
Rahmad
mengaku, terkadang ia sampai menginap di mushala, kadang juga di rumah pasien
yang ia survey, tapi tidak jarang ia pun menginap di perjalanan.
Karena
sewaktu-waktu ia bisa bermalam dengan posisi berada di pedalaman, akhirnya
Rahmad pun berangkat melakukan pendataan dengan berbekal tenda. Jadi ketika waktunya
istirahat di perjalanan, ia akan mendirikan tenda di tempat tersebut.
“Ya, berkemah juga di situ,” ujarnya.
3. Mudah mendapatkan
informasi dari ibu-ibu yang sedang berkumpul
Ada
satu hal unik dari penuturan Rahmad. Menurutnya kebanyakan anak yang mengalami
bibir sumbing biasanya akan disembunyikan oleh orang tuanya.
Agar
mudah menemukannya, biasanya Rahmad akan mencari desa yang di situ terdapat
ibu-ibu yang sedang berkumpul dan bercengkerama dengan para tetangga.
“Kalau
untuk mencari bibir sumbing itu tidak mudah seperti kita bayangkan. Karena mencari bibir sumping ini
disembunyikan oleh para orang tua. Karena untuk mencari bibir sumbing itu kita harus menjumpai ibu-ibu
yang, maaf ya, yang lagi bergosip,” ujar Rahmad.
Jika
sudah bertemu dengan para ibu-ibu ini, Rahmad akan bertanya di mana ada
anak-anak yang memiliki bibir sumbing atau anak dengan kondisi seperti itu dan
baru lahir. Menurutnya, para ibu-ibu ini sangat tahu informasi meski anak yang
mengalami bibir sumbing tersebut berada di desa tetangga.
4. Menunda operasi takut hilang
rezeki
Selain karena malu,
ternyata ada juga penyebab lain yang membuat orang tua dari anak yang memiliki
bibir sumbing lantas menunda-nunda untuk operasi. Menurutnya, hal ini
dikarenakan adanya mitos bahwa anak yang memiliki bibir sumbing sebetulnya
membawa rezeki bagi keluarganya.
“Masih pasti ada
mitos-mitos seperti itu. Maksudnya perlu kita beri pemahaman pada orang tuanya,
ayo kita segera operasi,” ujar Rahmad yang menjadikan hal ini sebagai tantangan
dalam membuatnya semangat membantu anak-anak Aceh.
Tak
pernah ada kata lelah dalam benak Rahmad saat melakukan semua pekerjaan sosial ini.
Atas usahanya dalam membantu banyak anak bibir sumbing di Aceh agar bisa
dioperasi, Rahmad pun mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards di tahun
2021 untuk kategori kesehatan.
“Kalau
pekerjaan sosial ini kita menikmati. Menikmati,
kita bisa membantu orang banyak, bisa lihat orang senang, tersenyum itu salah
satu kepuasan batin,” demikian pengakuan Rahmad.
Post a Comment
Post a Comment