Fakta tentang diabetes sebagai penyakit
yang bisa menyerang siapa saja, kini makin hari makin menjadi nyata. Dulu,
diabetes kerap diidentikkan sebagai penyakit yang menyerang masyarakat kalangan
ekonomi atas. Dulu pun, penyakit yang kadang disebut kencing manis ini biasanya
menyerang mereka yang telah berusia paru baya.
Akhirnya ketika seseorang mengalami
diabetes hingga mengalami luka parah pada bagian tubuhnya, para penyandang
diabetes ini pun mengalami keterbatasan gerak karena berkurangnya kemampuan
tubuh dalam beraktivitas.
Tak jarang, mereka yang menderita
diabetes hingga kemudian memiliki keterbatasan kondisi fisik ini pun menjadi
kurang memiliki semangat hidup. Bahkan untuk menatap masa depan.
Kesemua fakta inilah yang membuat Ahmad
Hasyim Wibisono tergerak untuk mendirikan Pedis Care. Berlokasi di Malang, Jawa
Timur, pria yang akrab dipanggil Hasyim ini lalu bergerak bersama rekan-rekan
perawat lainnya untuk mengaplikasikan ilmu mereka terutama dalam merawat para
pasien yang menderita diabetes.
Ahmad Hasyim Wibisono. Sumber foto: dokumen pribadi Ahmad Hasyim Wibisono |
Hal
ini ditambah adanya kenyataan banyaknya angka diabetes di Indonesia yang
mayoritas mengalami masalah dengan luka sampai berujung di meja operasi. Hasyim
betul-betul merasakan bagaimana beban psikologis pasien dan keluarga. Banyak
pasien yang ia jumpai dalam kondisi sudah putus asa, malas bersosialisasi, hingga
mengurung diri.
Ini
dikarenakan kondisi luka yang sudah membusuk, berbau, dan berair. “Dan dengan
sentuhan caring dari keperawatan ini selain kita rawat lukanya, juga kita
support ya psikologisnya sehingga dia kembali bersemangat, kembali memperoleh
semangat hidup sampai akhirnya lalu banyak bisa sembuh dan kembali beraktivitas.
Kami membantu orang kembali bersemangat ya memperoleh kehidupannya kembali. Itu
luar biasa sekali.”
Cegah Sejak Dini Stop Amputasi dan Home Care ala Pedis Care
Menurut Hasyim, pendiri dan CEO dari
Pedis Care, bisa dibilang Pedis Care adalah sebentuk usaha atau bisnis yang
memiliki produk utama yaitu pelayanan kesehatan di luar rumah sakit.
Pedis Care sendiri menjadi wujud harapan Hasyim terhadap dunia pelayanan kesehatan di Indonesia. Ia ingin pelayanan kesehatan di Indoensia makin inovatif dan kreatif. Tidak hanya terbatas di rumah sakit, puskesmas, tapi ada model-model lain.
“Nah salah satunya yang kita bikin ini nih, menghadirkan istilahnya one
stop shopping tapi di rumah. Apalagi yang keluarganya sibuk,” imbuh Hasyim.
Pedis Care siap melayani para pasien
diabetes dengan mendatangkan semua tenaga kesehatan ke rumah para pasien. Mulai
dari perawat, dokter, bidan hingga fisioterapi.
“Ini satu hal yang kayaknya meningkat ya kebutuhannya dan sepertinya semakin cocok nih dengan kebutuhan masyarakat zaman
now. Bisa dibilang klinik ya, tapi lebih fokus ke home care-nya,” terang
Hasyim.
Ide pendirian Pedis Care ini sendiri
berawal dari tahun 2015. Saat itu, Hasyim yang memiliki keahlian merawat luka
para penderita diabetes bercerita tentang latar belakang berdirinya Pedis Care.
Hasyim
menuturkan, “Jadi pasien diabetes kalau sudah terluka itu kan agak berbeda ya
lukanya itu. Kalau mohon maaf, cenderung membusuk dan terus melebar gitu ya.
Bahkan tidak jarang sampai ini kelihatan tulang dan sebagainya. Nah ini yang
kami lihat fenomena di lapangan penanganan terhadap luka seperti ini masih
disamakan dengan luka-luka yang biasa. Nah sehingga hasilnya seringkali buruk
ya dan pasien berakhir di meja operasi untuk dilakukan amputasi atau pemotongan
kaki. Nah itu sih awal keprihatinan kami sehingga kami tergerak untuk mencari
solusi,” terang Hasyim.
Sumber foto: dokumen pribadi Ahmad Hasyim Wibisono |
Berdasarkan
analisa yang dilakukan Pedis Care, pasien yang mereka tangani rata-rata
memiliki angka kesembuhan berkisar antara 84 hingga 85 persen. Tanpa amputasi.
Atau jika harus diamputasi, penanganan ini dilakukan secara minimal. Tidak
harus satu kaki atau pergelangan kaki, sehingga amputasinya mungkin hanya dilakukan pada ujung jari yang
bener-bener tidak bisa diselamatkan.
“Slogan
kami cegah sejak dini stop amputasi. Dengan itu kan jadi kita kalau bisa
selamatkan. Nah sehingga jangan sampai
pasien kehilangan anggota tubuhnya karena itu cukup membebani bagi pasien. Dan
bikin stres juga kehilangan kaki kan bisa dibayangkan,” imbuh Hasyim yang
mengaku kalau pernah menemukan pasien dengan luka dipenuhi belatung.
Ada
tehnik khusus yang dilakukan Pedis Care dalam merawat luka para penderita
diabetes. Hal yang pertama mereka lakukan adalah mengontrol infeksi dan
membersihkan kulit serta bagian tubuh yang rusak. Biasanya kondisinya bernanah
dan membusuk. Penanganan dilakukan sampai jaringan yang merah, untuk distimulus
dan dijaga kelembapan lukanya.
Hal
ini dilakukan agar terjadi regenerasi kulit dan jaringan. Luka pun diberi
nutrisi dan kolagen untuk merangsang jaringan agar terjadi pertumbuhan kulit
baru. Kesemuanya ini diakui Hasyim membutuhkan tehnik, waktu, dan kecermatan
dalam menangani luka kronis akibat diabetes, tidak seperti luka biasa lainnya.
Dua tahun menjalankan itu, di tahun ke
tiga, Pedis Care mulai mendapat permintaan dari masyarakat yang berharap perawat
bisa berada di rumah. Tidak hanya merawat luka lalu pulang. Apalagi untuk
keluarga pasien yang sibuk sampai kelurga yang beda tempat tinggal dengan
penderita diabetes.
Permintaan itu lah yang membuat Pedis
Care lalu memiliki layanan kesehatan di rumah para pasien diabetes dengan para perawat
yang berdinas di luar rumah sakit. Hal ini juga membuat Hasyim lantas membentuk
suatu manajemen terpisah dari para perawat yang merawat luka pasien atau
supervisor tersendiri. Saat ada permintaan masuk, Pedis Care langsung
mendatangkan perawatnya untuk bertugas di rumah pasien tersebut.
Dalam perjalanannya, tak selamanya rekan
tenaga kesehatan yang bergerak bersama Pedis Care bisa sejalan. Hasyim
menuturkan, pernah ada suatu cerita tenaga kesehatan yang tiba-tiba berubah
pikiran saat akan bertugas.
“Kadang
sudah dijadwal, hari ini ya yang mulai berdinas di klien ini. Ternyata nggak
datang tiba-tiba, berubah pikiran . Galau, labil, nah itu kejadian yang bikin
pusing ya,” cerita Hasyim.
Untuk
itulah, Pedis Care akhirnya punya kepala divisi bidang home care yang dibantu
beberapa supervisor. Supervisor ini bisa diibaratkan sebagai ketua tim ya berhubungan
dengan klien dan keluarganya, serta mengontrol perawat sebagai bagian dari quality
control.
Hasyim
mengaku, sumber daya manusia di Pedis Care semuanya sudah tersertifikasi oleh
Kementerian Kesehatan. Kendala yang selama ini ia rasakan justru seringkali
datang dari sisi pasien. Ada yang dikarenakan kurangnya pengetahuannya, ada
juga yang berasal dari dukungan keluarga yang kurang bagus.
“Setelah
kita rawat itu kadang dibuka sendiri, kadang kena air gitu ya. Sehingga ketika
datang lagi itu kondisinya jadi nggak bagus,” keluh Hasyim.
Penanganan Diabetes dengan Teknologi Artificial Intelligece
Karena
penanganan luka diabetes tidak bisa dianggap sepele dan bahkan tidak bisa
ditangani seperti pada luka biasa lainnya, Pedis Care pun sampai menggunakan
kecanggihan teknologi untuk menanganinya. Pedis Care menggunakan aplikasi NDKareTM 4.0 yang dikembangkan bekerja sama dengan rekanannya
di Malaysia.
Menurut
Hasyim, ada alasan kuat yang mendasari mengapa Pedis Care sampai menggunakan
teknologi tersebut. “Jadi kita menggunakan IT sebetulnya sebelum pandemi sudah
kita gunakan. Nah yang menjadi triger waktu itu adalah karena mengevaluasi
kondisi luka pasien ini kadang antara satu perawat dan perawat yang lainnya
agak subjektif. Itu kemudian menjelaskan progress kemajuan kondisi luka ke
pasien dari minggu ini ke minggu berikutnya itu juga secara angka. Itu kita
agak sulit menyampaikan, oh udah sekian persen progresnya. Nah ini yang menjadi
pemicu, oke kita bikin solusi gimana sih caranya supaya kondisi luka ini bisa
bener-bener dianalisis secara presisi dan perkembangannya itu bisa di-read
secara prosentase itu dengan akurat. Sehingga kita enak menyampaikan ke pasien
lukanya sudah luasnya berkurang 10%. Nah gitu kan. Jadi bagian dari pelayanan
prima dan customer service seperti itu.”
Hasyim
sendiri juga sebagai owner jadi bisa memantau perkembangan kondisi luka dari
setiap tim yang bertugas. Meskipun ia tidak ikut terjun langsung menangani
karena harus di kantor atau sedang mengajar di kampus, ia tetap bisa memantau luka
para pasien secara langsung.
Aplikasinya
NDKareTM 4.0. ini berbasis smartphone untuk menganalisis kondisi
luka. Ia bisa menghasilkan model tiga dimensi dari luka pasien yang sedang dirawat.
Dengan teknologi ini, pasien dan tenaga farmasi jadi bisa saling terkoneksi
seketika. Teknologi ini juga bisa membuat pasien bisa punya semacam rekam
medisnya sendiri yang masuk di hp-nya. Pasien pun jadi bisa melihat
perkembangan lukanya sendiri.
Cara
penggunaannya cukup mudah. Begitu aplikasi diaktifkan, nanti akan muncul
panduan di layar smartphone itu ke arah mana kamera akan digerakkan. Nanti dari
artificial intelligence-nya akan mengukur panjang lebar dan kedalaman luka sehingga
dihasilkan volume. Dari situ aplikasi tersebut akan membuat bentuk 3 dimensinya.
Data
ini akan tersimpan di server secara online sehingga bisa diakses dari mana saja,
termasuk membuat analisa kemajuan penyembuhan luka. Apakah progresnya menaik,
atau stagnan, atau justru menurun.
“Sehingga
kerja dari tim kami benar-benar berbasis data yang akurat evaluasinya,” imbuh
Hasyim.
Standar
di Pedis Care, luka kronis akan dirawat seminggu dua kali . Tidak setiap hari
seperti yang banyak dipakai atau banyak diterapkan. Karena cara itu justru
tidak efektif dari segi biaya dan luka pun menjadi terlalu sering dimanipulasi
sehingga pertumbuhan jaringannya ini enggak maksimal. Saat progres sudah
membaik, perawatan pun akan berubah men jadi seminggu sekali.
Klinik Pengobatan Murah dengan Skema Subsidi Silang
Bagi warga Malang dan sekitarnya, Pedis
Care sudah terkenal cukup membantu mengobati dan merawat luka para pasien
penderita diabetes dengan biaya yang sangat terjangkau. Bahkan terkenal murah.
Hal inilah yang menjadi satu dari sekian
alasan berdirinya Pedis Care, agar siapapun terutama penderita diabetes yang
berasal dari ekonomi kurang mampu tetap dapat tertolong.
“Mostly dari sudut pandang kami sebagai
perawat ini memang sebagai tenaga kesehatan ya, khususnya perawat, ya memang
nggak bisa ya melihat orang itu nggak kita tangani hanya karena biaya. Apalagi
luka diabet kan kayak gitu. Mohon maaf, ya agak-agak busuk gitu. Nah ini kalau
nggak dirawat mau bagaimana gitu kan. Nah akhirnya kita dengan tim ini memeras
otak ya gimana supaya orang-orang ini tetap dapat pelayanan terbaik meskpun
secara ekonomi tu lagi susah,” terang Hasyim.
Untuk
pasien-pasien yang ekonominya memang baik, biasanya akan diedukasi bahwa ada pasien lain yang
secara ekonomi sangat Kesulitan. Untuk itu, pasien dengan ekonomi mampu ini
akan ditanya, apakah berkenan mendonasikan sebagian rezekinya.
“Alhamdulillah
banyak yang tergerak dan tidak jarang itu tidak hanya ditanggung sekali atau
dua kali rawat, tapi ditanggung keseluruhan perawatannya sampai sembuh. Nah
seperti itu karena ada rasa senasib gitu mungkin ya,” cerita Hasyim.
Akhirnya pelayanan yang dilakukan Pedis
Care didasarkan pada kondisi ekonomi klien. Agar tetap bisa melayani masyarakat
terutama dari kalangan ekonomi bawah, Pedis Care lantas melakukan beberapa
macam cara. Misalnya bekerja sama dengan yayasan amal, membuat kegiatan seminar
amal, hingga menggalang dana.
“Kami
ini nonBPJS dan mayoritas pasien itu juga dari ekonomi menengah dan menengah ke
bawah sehingga kita juga ada skema untuk istilahnya tuh donasi. Jadi untuk
pasien yang kesulitan ekonomi memang kami minta secara formalnya surat
keterangan tidak mampu. Nah nanti beliau ini akan ada semacam kontrak dengan
kami membayarnya itu sesuai kemampuan. Selebihnya nanti kami akan support untuk
pembiayaannya,” terang Hasyim.
Hasyim
mengaku, Pedis Care memilih untuk bergerak dalam bidang yayasan karena
aktivitas Pedis Care yang 50 persennya berupa kegiatan amal atau non-profit.
Sedangkan sisanya adalah aktivitas income generating core business.
“Kita
memang adalah untuk perawatan luka diabetes. Di situ kami juga memberikan
pelayanan untuk pasien tidak mampu. Jadi ada kegiatan amal juga dan galang
dana. Nah kemudian memproduksi alas kaki khusus untuk diabetes. Kita juga
bergerak dalam bidang training dan seminar serta pelayanan perawatan pasien
jangka panjang di rumah.”
Pada
umumnya selain paket harian dan mingguan, pasien di Pedis Care lebih suka
mengambil paket bulanan karena adanya kebutuhan perawatan luka diabet untuk jangka
panjang.
Ahmad Hasyim Wibisono dan tim Pedis Care. Sumber foto dokumen pribadi Ahmad Hasyim Wibisono |
Jika
dihitung-hitung, biaya pengobatan di Pedis Care bisa lebih murah dari di tempat
lain. Ia pernah bertemu pasien yang melewati perawatan hingga 100 kali
pertemuan. Ada yang biayanya sekali perawatan mencapai 500 hingga 450 ribu
rupiah.
“Kan
berat. Sedang di Pedis ini lumayan murah dan pengobatannya ya cukup bagus,” aku
Hasyim.
Ia
juga mengaku jika sebenarnya teknologi dan metode yang Pedis Care gunakan jika
dilihat dalam sekali rawat, terkesan mahal. Namun di sisi lain, teknologi
perawatan luka yang dilakukan Pedis Care memiliki manfaat lain yaitu masa
perawatan jadi lebih singkat dan frekuensi perawatan yang lebih jarang.
Ini
dibuktikan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa metode perawatan luka yang
dilakukan Pedis Care, meskipun sekali datang nilainya mahal, tapi kalau ditotal
keseluruhannya justru jadi lebih murah jika dibandingkan menggunakan metode
perawatan konvensional.
Sementara
itu cara perawatan luka dengan metode konvensional harus dilakukan setiap hari
sehingga lebih lama. Padahal luka yang semakin lama dirawat justru menurut
Hasyim, semakin rawan memunculkan berbagai komplikasi.
“Akhirnya
jatuhnya malah justru lebih mahal. Nah mungkin hal ini belum tertangkap radar
ya oleh BPJS sehingga ya di banyak faskes yang menggunakan BPJS itu metode
perawatannya memang masih belum yang seperti yang kami gunakan,” imbuh
Hasyim.
Berkarya dengan Sandal Khusus Penderita Diabetes
Suatu
ketika, Hasyim dihadapkan pada kondisi pasien yang kakinya melepuh luka bakar.
Usut punya usut, rupanya pasien diabetes ini naik sepeda motor dan kakinya
menempel di mesin motor. Karena efek diabet, ia pun sampai tidak merasakan luka
yang makin parah pada kakinya.
Beberapa kasus serupa tentang luka pada kaki ini membuat Hasyim dan Pedis Care terpikir untuk memproduksi alas kaki khusus penderita diabetes. Alas kaki khusus ini didesain bagi pasien diabetes maupun lansia.
Fungsi utamanya adalah untuk
mencegah terjadinya luka. Alas kaki ini sendiri dibuat dengan melewati hasil
riset agar kaki para pasien diabetes terlindungi dan tidak sampai luka.
Alas kaki untuk penderita diabetes yang didesain Pedis Care. Sumber foto: dokumen pribadi Pedis Care |
“Pertama
bisa dilihat dari sol dalamnya ya. Ini memiliki ketebalan ekstra karena dia
memang akan terasa lebih empuk dan nyaman serta menyesuaikan lekuk dari telapak
kaki setiap pasien. Sama yang terakhir interior, kita bikin ekstra soft memang
ya. Jadi tidak akan menimbulkan lecet ataupun luka.
Desain
luar alas kaki untuk penderita diabetes ini dibuat tertutup di bagian samping.
Alasannya, karena bagian ini yang sering menempel ke motor. Setelah itu bagian
stripnya bisa diatur ukurannya karena beberapa pasien diabetes memiliki model
kaki yang lebar di bagian depan. Sayangnya, banyak sepatu yang ada di pasaran
justru sempit di bagian depan.
“Nah
ini kan bisa bergesekan akhirnya terjadi luka. Itu juga menjadi salah satu ide
dari kami. Dan yang terakhir tentu adalah bagian sol luarnya ini harus cukup
kuat tapi sekaligus lentur dan anti selip karena banyak juga pasien diabet itu
sudah pakai sandal tapi ketika misalnya lagi berjalan ada paku atau apa itu kan
bisa tembus. Nah akhirnya kena ke telapak kakinya,” Hasyim menambahkan
keterangannya tentang alas kaki dari Pedis Care.
Selama
ini untuk desain alas kaki khusus dari Pedis Care berasal dari tim mereka
sendiri yang bekerja sama dengan UMKM atau pengerajin sandal lokal. Jadi mereka
sudah memiliki beberapa rekanan yang memang memproduksi sandal.
Proses
awal seleksinya pun cukup ketat. Meski sudah ada edukasi khusus, tidak semua
pengerajin paham maksud dari desain yang sudah dibuat Pedis Care. “Beberapa itu
sudah kami edukasi maunya kita seperti itu. Itu malah dibantah, itu enggak
bagus. Akhirnya sulit menemukan
pengrajin yang benar-benar pas. Tapi alhamdulillah, sekarang sudah ketemu dan
kita sudah mengirim ke hampir semua provinsi di Indonesia melalui toko online
kami.”
Para
pengerajin alas kaki yang bekerja sama dengan Pedis Care pun jadi berkesempatan
memiliki peningkatan penghasilan. Para pengerajin alas kaki yang awalnya
mendapatkan penghasilan bersih sekitar 5 hingga 7 juta itu kini jadi bisa
mendapatkan 10 juta ke atas.
“Karena
kemitraan dengan kami ini, jadi everyone happy lah,” tutur Hasyim.
Menjadi Dosen karena Orang tua, Menjadi Perawat karena Suka Pelayanan
Selain sebagai perawat, sebetulnya
Hasyim sejak 2010 hingga kini masih aktif sebagai dosen di Departemen
Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Brawijaya Malang. Uniknya,
pria kelahiran 1 Juli 1986 ini punya cerita mengapa ia hingga kini menjadi
tetap menjalankan dua profesinya yaitu sebagai dosen dan perawat.
“Ini
dulu justru akibat pertentangan dengan orang tua. Kalau orang tua saya kan
backgroundnya admin ya di kampus . Cita-cita beliau ini, saya jadi dosen. Tapi
passion saya sendiri sebetulnya di pelayanan. Jadi kita ambil jalan tengah deh.
Saya kalau pagi itu jadi dosen, kalau sore di tempat praktek ini,” terang
Hasyim sambil tertawa.
Hasyim dan para mahasiswanya di Universitas Brawijaya. Sumber foto: dokumen pribadi Ahmad Hasyim Wibisono |
Menurutnya
kedua orang tuanya cukup berperan dalam membentuk kepribadiannya hingga
sekarang. Apalagi ibu Hasyim adalah guru MTs yang juga menjadi guru mengaji di
waktu sore.
“Lebih
ke arah ini ya, spiritual yang saya rasa ya. Ibu saya kan kebetulan ngajar
ngaji juga tuh kalau sore. Jadi lebih banyak arahan-arahan ke situ sebetulnya.
Merawat sebagai sarana ibadah,” ungkap pria kelahiran Malang ini.
Dalam
bidang akademik, tak hanya berhenti di pendidikan sarjana keperawatan di
Universitas Brawijaya. Lepas dari pendidikan sarjananya, Hasyim juga mengenyam
pendidikan World Council of Entherosthomal Therapist atau WCET yang
bersertifikat perawatan luka di tahun 2012.
Hasyim
juga pernah menuntut ilmu hingga Magister Keperawatan Universitas Indonesia di
tahun 2013 dan Magister Keperawatan dalam Manajemen dan Pendidikan Diabetes di Flinders
University Australia di tahun 2015. Pendidikannya yang terakhir tersebut
ditempuh lewat jalur beasiswa pemerintah Australia.
Kemudian
di tahun 2020, Hasyim menempuh Medical Nurse, pendidikan spesialis keperawatan.
Dalam pendidikannya ini, Hasyim mengantongi ilmu Keperawatan medical bedah
sistem endokrin.
Hal
unik lain dari kisah perjalanan Hasyim ini adalah tentang awal muasal modal
yang ia miliki sampai bisa mendirikan Pedis Care. “Modalnya sih dari kuliah di Australia
itu. Jadi saya kerjanya di pabrik mabel dulu sambil kuliah S2. Dan itu boleh
sambil kerja yang penting tidak melebih jam.”
Melihat
perkembangan Pedis Care sejak 2015 hingga kini, Hasyim cukup bersyukur. Dulu,
Pedis Care hanya terdiri dari tiga orang. Sekarang, sudah ada sekitar 50 orang
termasuk tenaga kesehatan yang bergerak bersama Pedis Care.
“Nah
setelah ini kita ingin ini nih membuka banyak cabang nggak cuma di Malang gitu.
Tapi di Surabaya, Jawa tengah, Semarang mungkin Jogja, dan Jabodetabek,” ujar
Hasyim saat ditanya perkembangan Pedis Care ke depannya.
Banyak
orang mengakui, Pedis Care telah memiliki banyak inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Bahkan Hasyim pun mengaku dengan keberadaan Pedis Care, ia secara tidak
langsung akhirnya telah membuka lapangan kerja bagi para tenaga kesehatan.
Inilah
yang membuat Hasyim banyak meraih penghargaan. Termasuk meraih penghargaan SATU
Indonesia Awards di tahun 2019 untuk kategori kesehatan.
Menanggapi
berbagai penghargaan yang telah diraihnya, Hasyim mengungkapkan, “Ya
alhamdulillah sih ya itu sebetulnya bukan tujuan utama tapi itu juga salah satu
energi bahan bakar untuk makin berkreasi lagi nih dan menghadirkan
inovasi-inovasi yang bermanfaatlah untuk masyarakat dan juga bermanfaat untuk
tenaga kesehatan sendiri kan membuka lapangan kerja kan akhirnya. Jadi makin
semangat sih pastinya dengan award-award itu,” pungkas Hasyim.
Post a Comment
Post a Comment