Mohamad Hanif Wicaksono. Sumber foto: Instagram @tunasmeratus |
Menjadi pendatang dari Jawa Timur di
tahun 2011, lalu tertarik saat melihat banyak buah yang tak pernah dijumpai di
Jawa. Itulah kesamaan antara saya dan Mohamad Hanif Wicaksono.
Bedanya, kalau saya malah asyik wisata
kuliner menjelajah berbagai buah lokal di Kalimantan Selatan, Hanif melangkah
lebih jauh ke depan. Ia yang awalnya hobi mengumpulkan bibit tanaman buah
lokal, kini malah sudah menjadi penyelamat masa depan buah khas Kalimantan.
Sejujurnya, kini saya jadi menyesal
karena tidak sempat main ke tempat Hanif. Padahal di tahun 2013, saya sudah
menjejakkan kaki hingga Kota Kandangan, Kalimantan Selatan. Sementara itu di
tahun yang sama, koleksi tanaman buah lokal milik Hanif sudah cukup banyak
hingga membentuk sebuah nursery atau tempat pembibitan tanaman.
Berfoto dengan ikon Kota Kandangan. Sumber foto: dokumen pribadi 2013 |
Ada hal yang saya pelajari dari Hanif
yang kini masih penuh semangat menjaga kelestarian keberadaan buah lokal
Kalimantan. Inilah catatan saya tentang cerita sebuah langkah kecil yang mampu
membuat anak cucu kita nantinya tetap mengenal kekayaan buah-buahan lokal milik
bangsanya.
Ribuan Pohon Buah Lokal Kalimantan yang Berawal dari Keisengan Mengisi Waktu Luang
Sebetulnya apa yang dilakukan Hanif
awalnya tak jauh beda dengan mereka yang hobi mengoleksi tanaman. Berawal dari
tertarik dengan buah-buahan yang tak pernah dijumpainya saat tinggal di Jawa,
Hanif pun mulai mengumpulkan informasi tentang asal muasal buah tersebut.
“Waktu itu saya waktu jalan ke pasar tuh
kok ada beberapa buah yang belum pernah saya lihat di Jawa gitu loh. Waktu itu
semacam namanya pampakin ya, jenis durian tapi beda spesies. Kalau di Jawa kan
banyak nih durian-durian gitu. Tapi kan duriannya masih satu spesies Durio
Zibethinus cuman beda nama aja. Ada Durian Montong, ada Durian Petruk dan
lain-lainnya,” tutur Hanif mengawali cerita.
Pampakin. Foto: dokumen pribadi |
Namun yang membedakan, banyak buah di
Kalimantan itu menurutnya bukan cuma varietasnya yang berbeda. Tapi juga
spesiesnya.
Ia bahkan pernah menjumpai durian dengan
rasa beragam mulai dari rasa ubi, rasa mint, sampai rasa karamel. Begitu juga
dengan nangka. Hanif pernah menjumpai nangka dengan rasa mangga, ada yang
rasanya seperti jeruk, sampai ada juga nangka dengan rasa mirip es krim vanilla
.
Nangka yang rasanya mirip es krim vanila. Sumber foto: Instagram @tunasmeratus |
Dari situ ia lalu berpikir, mengapa ia
tak pernah menemui buah-buahan tersebut di Jawa. Karena penasaran, pria
kelahiran 18 Agustus 1983 ini lalu bertanya-tanya ke masyarakat sekitar tentang
di mana tanaman buah tersebut berasal. Faktanya, bahkan masyarakat lokal sana
pun banyak yang tidak bisa menjawab rasa keingintahuannya.
Di kemudian hari, Hanif lalu tahu jika
buah-buahan lokal khas Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan yang banyak
beredar di pasaran adalah berasal dari hutan. Proses dari hutan hingga pasar
pun sudah melewati beberapa tangan. Karena itulah, banyak masyarakat Kalimantan
Selatan jadi tidak tahu pasti dari mana buah-buahan endemik yang ada di pasaran
saat musim buah tiba.
Saat makin mengekplorasi buah-buahan
lokal Kalimantan, Hanif makin kerap dibuat penasaran. Akhirnya mulailah ia
mengumpulkan sedikit demi sedikit bibit tanaman buah endemik Kalimantan.
Usahanya ini sampai membuat ia keluar
masuk hutan hingga dibantu beberapa teman dan masyarakat suku-suku adat di
Kalimantan Selatan. “Nah akhirnya semakin banyak, semakin ketemu, ada keinginan
nih memperbanyaknya, karena sayang sekali, ini kan kekayaan asli Kalimantan
nih,” aku pria asal Blitar tersebut.
Upaya Hanif dalam mengumpulkan bibit
buah-buahan endemik yang sebagan besar dari Kalimantan selain juga dari
Sumetara ini membuatnya makin sadar akan sebuah fakta. Nyatanya pulau
Kalimantan yang dulu ia kenal banyak memiiki hutan lindung, kini hampir habis
akibat deforestasi.
“Karena
deforestasinya luar biasa, jadi hilang. Banyak orang yang deket hutan saja
nggak tahu buah apa,” sesal Hanif.
Ia pun menyayangkan hal tersebut dan lalu
tersadar, ternyata yang membuat banyak masyarakat lokal Kalimantan Selatan
tidak tahu asal muasal pohon buah lokal mereka adalah karena sudah banyak pohon
yang hilang.
Kondisi salah satu titik di Loksado Pegunungan Meratus yang tak lagi ditumbuhi pepohonan rimbun. Sumber foto: dokumen pribadi |
Berbagai
Upaya Hanif dalam Melestarikan Buah-buahan Lokal Kalimantan
Berawal dari hobi, nyatanya makin hari,
upaya Hanif untuk mengumpulkan bibit buah-buahan lokal justru membuatnya merasa
memiliki sebuah tanggung jawab. Berbagai upaya pun Hanif lakukan agar
buah-buahan lokal Kalimantan tidak sampai punah.
1. Tersesat
hingga lidah tiga hari mati rasa saat menjelajah hutan
Untuk mengumpulkan bibit tanaman, Hanif
menyisihkan waktu di luar jam kerjanya sebagai ASN bagian tenaga penyuluh program
Keluarga Berencana Pemerintah Kabupaten Balangan. Di saat libur akhir pekan ia
keluar masuk hutan yang ada di Kalimantan.
“Ya
sampai ke hutan, karena berburu kan ibaratnya, ya mendokumentasikan, mencari
biji-bijiannya gitu,” cerita Hanif.
Hanif saat menjelajah Pegunungan Meratus yang ada di Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Sumber foto: dari Instagram @tunasmeratus |
Yang
mengasyikkan, usaha Hanif dalam melestarikan kekayaan tanaman buah khas
Kalimantan ini mendapat dukungan dari keluarganya. Suami dari Dewi Ratna
Hasanah ini pun kerap mengeksplorasi hutan sambil sambil mengajak anak-anaknya.
Banyak
kejadian unik yang sering dialami Hanif ketika keluar masuk hutan. Misalnya, ia
pernah masuk hutan, dan tersesat. Jika hal ini terjadi, biasanya ia akan
mencari dan menyusuri sungai agar bisa bertemu pemukiman penduduk.
Hal
unik lainnya adalah saat lidahnya mengalami mati rasa saat mencicipi buah yang
belum dikenalnya. Akibatnya, lidahnya pun tidak bisa merasakan apa-apa hingga
tiga hari lamanya.
2.
Mengidentifikasi jenis buah secara akurat
Jujur saya salut. Meski Hanif lulusan
Jurusan Komunikasi Universitas Muhammadiyah, tapi dia hapal banget nama latin
berbagai jenis buah-buahan lokal.
Hal ini dikarenakan upaya Hanif dalam
mengidentifikasi buah-buahan dilakukan dengan bertanya kepada para pakar
Biologi, ahli taksonomi, sampai membaca berbagai literatur terkait dalam bentuk
majalah dan buku.
Jadi dalam prosesnya, saat ia menemukan
buah baru yang tidak ia kenal, ia akan menanyakan terlebih dahulu pada teman
seperjalanannya saat menjelajah hutan.
Hari Gloris, salah satu teman perjalanan Hanif saat menjelajah hutan Kalimantan. Sumber foto: dokumentasi IG @tunasmeratus |
Namun saat ia sendirian, ia akan potret
buah dan pohonnya lalu mengidentifikasi dengan mencari sumber di internet untuk
mengecek kesahihannya. Biasanya ia akan bertanya ke herbarium online
internasional.
3.
Membuat nursery dan arboretum
Kini,
Hanif mengelola Nursery Tunas Meratus dengan 200-an jenis buah asli Kalimantan.
Selain itu sudah tiga tahun terakhir ini, Hanif juga mengelola Arboretum
Ambutun. Lahan arboretum seluas 2,6 hektar ini merupakan bantuan dari kawannya,
Wewin Jasmanto.
Hanif di Nursery Tunas Meratus. Sumber foto: dokumentasi @tunasmeratus |
Kelebihan dari lahan arboretum ini adalah posisinya yang dekat dengan sumber air yang diperlukan. Selain itu, tempat tersebut juga merupakan habitat bekantan dan lutung.
Menurut
Hanif, populasi pohon di arboretum tersebut sudah cukup padat. Ada lebih dari
2000-an lebih pohon buah yang seharusnya memiliki jarak ideal 7 hingga 8 meter.
Namun di arboretumnya itu, jarak antar pohon saat ini adalah 3 meter.
Hanif sedang menanam pohon salah satu jenis Durio. Sumber foto: Instagram @tunasmeratus |
Awalnya
nursery hingga arboretum tersebut dikelola Hanif sendirian. Ia mengaku usaha
yang diperlukan cukup membutuhkan tenaga ekstra. Mulai dari kegiatan
pembibitan, perawatan tanaman, pemindahan pohon yang sudah lebih dari satu
meter dari nursery ke arboretum, hingga pemeliharaan di arboretum sendiri.
Tak
hanya itu, ia juga menggunakan biaya operasionalnya sendiri. Untungnya seiring
waktu, beberapa perusahaan turut membantu perjuangan Janif dalam melestarikan
buah-buahan lokal Kalimantan.
4.
Membentuk Kelompok Usaha Tunas Meratus
Kelompok yang dibangun di Kabupaten Hulu
Sungai Selatan ini memiliki kegiatan utama yaitu konservasi tanaman buah asli
Kalimantan.
Kegiatan ini lantas dilanjutkan dengan
membuat Progam Tunas Meratus. Dalam program ini, Hanif dan kelompoknya
melakukan pengumpulan, pendokumentasian, pembibitan, dan pembudidayaan tanaman
buah Kalimantan.
Kegiatan ini juga sekaligus mengedukasi
masyarakat tentang pentingnya pelestarian sumber daya plasma nuftah Kalimantan.
5.
Membuat buku
Sembari
melakukan eksplorasi dan pengumpulan bibit tanaman, Hanif sering mendokumentasikan
berbagai temuannya dalam bentuk foto lewat ponsel.
“Karena
itu tadi, banyak yang misalnya buahnya ada, (tapi) banyak yang nggak tau gitu,”
ujar Hanif.
Ia
pun lantas membukukan semua dokumentasinya dalam bentuk foto. Buku pertama Hanif
berjudul Potret Buah Nusantara Masa Kini. Buku ini banyak berisi foto-foto yang
kebanyakan diambil Hanif. lewat ponsel.
Hanif dengan salah satu bukunya. Sumber foto: dokumentasi Instagram @tunasmeratus |
“Menulis
buku yang isinya kebanyakan foto, agar orang banyak yang kenal. Selama ini
kebanyakan istilah istilah botani,” imbuh Hanif.
Ada
juga buku Buah Hutan Kalimantan Selatan yang ditulisnya hingga berseri. Buku-buku
tersebut ia tulis bersama mentornya, Mochammad Reza Tirtawinata yang berasal
dari Mekarsari.
Dengan melihat berbagai upaya Hanif
dalam melestarikan, tak heran jika Hanif pun mendapat berbagai macam
penghargaan, seperti SATU Indonesia Award bidang lingkungan di tahun 2018,
penghargaan Kalpataru di tahun 2019, dan Local Hero Indonesia Sustainable
Development Goals Award di tahun 2022.
Bagi Hanif, penghargaan demi penghargaan
yang ia raih membuatnya merasa harus bertanggung jawab atas apa yang sudah ia
lakukan dengan apa yang sudah ia dapat. “Artinya saya nggak berhenti di sini,
tapi harus lebih berkembang,” imbuh Hanif.
Belajar
dari Hanif dalam Melestarikan Buah-buahan Lokal
Bagi saya, Hanif merupakan sosok yang
membuat saya dan suami jadi tergerak untuk melakukan hal serupa pada keberadaan
buah Jamblang, atau yang di daerah saya di Lamongan disebut dengan Juwet.
Jadi saat ini, saya dan suami tinggal di
sebuah Desa Lopang yang berada di Kecamatan Kembangbahu, Lamongan. Di desa yang
menjadi daerah asli suami saya ini terkenal dengan banyaknya pohon Juwet.
Area persawahan saat musim kemarau di Lopang yang ditumbuhi beberapa pohon Juwet. Foto: dokumentasi pribadi |
Sayangnya dari tahun ke tahun, pohon ini
makin banyak yang ditebang. Karena kualitas kayu pohon Juwet cukup bagus, maka
dulu pohon ini sering diambil kayunya untuk bahan membangun rumah. Pohon Juwet di
desa Lopang juga banyak yang ditebang untuk kebutuhan area persawahan.
Padahal, jenis Juwet yang ada di Desa
Lopang, cukup bagus kualitasnya. Jika di daerah lain buah Jamblang terkenal
dengan rasa sepat masam, namun tidak di Lopang. Buah Juwet di daerah tempat
saya tinggal ini memiliki rasa buah yang cenderung manis segar.
Juwet di Lopang kebanyakan berukuran besar dan cenderung manis segar. Sumber foto: dokumen pribadi |
Ukuran buahnya pun cukup besar dibanding
ukuran buah Jamblang yang kebanyakan ada di Indonesia. Sementara itu, ada juga
jenis Juwet lain di Lopag yang jenisnya berbeda. Ada yang berbentuk
kecil-kecil, ada juga yang bentuk buahnya seperti kendi.
Salah satu jenis juwet yang ada di Lopang. Sumber foto: dokumen pribadi |
Kekurangan lain dari keberadaan Juwet di
Lopang adalah pohonnya yang sering berbuah hanya di bulan September Oktober
saja. Padahal menurut suami saya, dengan perlakuan yang tepat, pohon Juwet bisa
berbuah kapan saja. Tidak mengikuti waktu musim bulanan.
Saat tahu betapa kayanya jenis Juwet
atau Jamblang di Lopang pun membuat saya lantas menyodorkan cerita Hanif pada
suami saya. Saya ajak dia untuk mendata sekaligus melakukan pembibitan untuk
jenis-jenis Juwet yang ada di Lopang.
Yah, jika Hanif saja yang pendatang dari
Jawa bisa menjadi orang yang mampu melestarikan buah-buahan lokal Kalimantan, mengapa
Hanif-Hanif lain tidak bisa melakukan hal serupa di daerahnya masing-masing?
Tentunya dengan semangat seperti yang
dimiliki Hanif dalam melestarikan buah-buahan lokal Kalimantan, kita bisa
berharap anak cucu kita kelak tetap bisa mencicipi kekayaan buah-buahan di
Indonesia. Jangan hanya berupa kata-kata, “Konon ceritanya…”
Sangat menarik kisah Hanif, peduli pada khazanah buah Nusantara. Inspiratif, bagus itu buah juwet dilestarikan.
ReplyDelete