Siapa bilang punya anak yang selisih umurnya berdekatan saja yang rentan mengalami pertengkaran. Yang saya alami, kedua anak saya usianya terpaut enam tahun. Tapi kalau urusan bertengkar, sudah seperti dua anak yang sama usianya.
Saat saya menulis tulisan ini, anak saya yang pertama berusia delapan tahun. Sedangkan adiknya, berusia dua tahun. Namun nyatanya, anak dua tahun ini bahkan sudah berani bertengkar dengan kakaknya sejak usia delapan bulan, lho!
Sejauh ini, gaya bertengkar kedua anak ini masih di tahapan adu mulut, adu teriak, dan adu nangis! Kalau pas si sulung libur atau banyak waktu di rumah, nah, siap-siap, saya bisa bolak-balik melerai kedua anak ini.
Padahal kalau salah satunya nggak ada, pasti yang lain suka kangen. Beneran sebuah kondisi yang di mana-mana kejadiannya seperti ini ya!
Sejauh ini, saya masih memantau dan mencegah keduanya bertengkar ke arah yang lebih serius, yaitu dalam bentuk bullying. Yap, bullying antara kakak-adik, antarsaudara, atau sibling bullying ini nyatanya memang sungguhan ada, lho!
Dalam sebuah penelitian di tahun 2013, sepuluh tahun yang lalu, faktanya, sebanyak 3600 anak usia 2 hingga 17 tahun, 38 persennya mengalami kekerasan yang dilakukan oleh saudara kandungnya sendiri. Ini sebuah fakta yang mengejutkan ya!
Apa dan Bagaimana Sibling Bullying Terjadi
Melihat anak-anak bertengkar, bisa menjadi hal yang melelahkan bagi orang tua. Namun meski kita sampai bosan dan terbiasa melihat anak-anak yang bertengkar, ada baiknya orang tua perlu mengamati apakah anak-anak kita hanya bertengkar biasa, ataukah sudah di fase sibling bulying.
Bullying antara kakak dan adik bisa terjadi, manakala salah satu dari anak merasa ingin lebih berkuasa dibanding saudaranya yang lain. Saat bertengkar, salah satu atau keduanya lantas melakukan penyerangan yang berupa penghinaan, ejekan, perlakuan kasar apalagi secara fisik, sampai pengabaian.
Jadi jika anak-anak sudah bertengkar dan ada di titik saling mengejek yang sifatnya fisik, atau melakukan kekerasan yang melukai saudaranya sementara saudara yang lain tidak bisa melawan, itulah tanda di mana bullying antar saudara sudah terjadi.
Di sini, saya tidak mengidentikkan sibling bullying ini berarti kakak yang membully adiknya, lho ya. Karena bisa jadi, justru ada adik yang posisinya malah lebh superior dari pada kakakknya.
Jika hal ini kerap terjadi, biasanya bisa terlihat adanya salah satu anak yang mengalami perubahan perilaku, menarik diri, atau adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuhnya.
Parahnya jika kondisi ini terus dibiarkan, anak yang menjadi korban bullying dari saudaranya bisa mengalami depresi, kecemasan, trauma, dan merasa tidak aman meskipun ia ada di rumahnya sendiri. Hal ini dikarenakan ia merasa tidak dihargai, diabaikan, dan tidak mendapat perlindungan dari anggota keluarga yang lain.
Cara Mencegah dan Mengatasi Bullying Antar Saudara
Saat kedua anak saya bertengkar, biasanya meski selelah apapun, saya akan mencoba melerainya dengan mencari tahu siapa yang salah dan siapa yang harus meminta maaf.
Buat saya ini penting banget. Jadi meski adiknya yang umur 2 tahun lah yang bikin perkara, saya tetap akan membela kakaknya dan menyuruh adiknya untuk minta maaf.
Agar pertengkaran antar anak tidak berlanjut hingga bullying antara saudara, ada beberapa hal sebetulnya yang bisa dilakukan orang tua.
1. Orang tua perlu memberi contoh baik terlebih dahulu
Terkadang, seorang anak bisa melakukan bullying pada saudaranya karena ia meniru dari apa yang dilakukan orang tuanya. Misanya, orang tua yang menjadikan kekurangan fisik salah satu anaknya sebagai bahan candaan.
Meski hanya bercanda, namun nyatanya, anak yang lain justru bisa merasa itu hal yang tidak masalah untuk lantas dijadikan bahan membully saudara. Terutama saat mereka bertengkar.
Jadi, berhati-hatilah saat bercanda dengan anak. Baik itu berupa ucapan verbal, maupun dalam bentuk fisik.
2. Mendengarkan keluhan anak yang sedang bertengkar
Saat anak bertengkar, cobalah untuk mendengar apa masalahnya dari kedua belah pihak. Dari sana kita bisa menilai dan menetapkan, siapa yang salah, dan siapa yang harus minta maaf.
Jadi meski yang salah adiknya, tetap, dia harus minta maaf. Seorang kakak pun meski salah, tetap harus dijelaskan, mengapa ia yang salah dan harus meminta maaf pada adiknya.
Biasanya jika telah terjadi sibling bullying, ada salah satu anak yang akan takut untuk menceritakan masalahnya. Jika demikian, beri ruang terlebih dahulu pada anak tersebut dan tidak memaksanya untuk berkata jujur di depan anak yang lain.
3. Mengajak anak untuk menyelesaikan masalah yang ada
Terkadang, pertengkaran antara anak terjadi karena keduanya tidak tahu cara menyelesaikan masalahnya. Masalah itu sendiri muncul karena perbedaan keinginan antara anak.
Saat bullying antar saudara di mana salah satu ingin lebih menang dan berkuasa dibanding saudaranya, ia perlu dibantu untuk mengatasi perasaannya tersebut. Orang tua perlu menjelaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan dan arahkan anak untuk melakukan apa yang seharusnya.
Misalnya jika ada anak yang ingin menang sendiri, hadapkan pilihan padanya untuk memilih salah satu dan tidak bisa semuanya seperti kemauannya. Pilihan ini bisa berupa antara keinginannya sendiri, dengan konsekuensi yang bisa ia terima jika ia terus memaksakan diri untuk lebih berkuasa dibanding saudaranya.
4. Menetapkan aturan serta konsekuensi
Poin ini masih terkait dengan poin sebelumnya. Di mana saat ada anak yang ingin lebih menang dari saudaranya, jelaskan padanya tentang keberadaan konsekuensi yang akan ia terima. Jelaskan juga bahwa aturan ini tentunya juga akan berlaku ketika ia bersama teman-temannya.
Biasanya, saya akan memberikan konsekuensi dengan siapa yang mau menang sendiri, ia yang akan sendirian dan tidak punya teman. Termasuk, orang tua pun tidak akan mau menjadi ‘sekutu’ bagi anak yang mau menang sendiri.
5. Menjelaskan akibat dari perilaku bullying
Sebelum sampai di tahap serius, anak-anak perlu diberi penjelasan dan gambaran apa yang terjadi jika seorang anak membully saudaranya yang lain. Apalagi jika itu terkait kekerasan yang bersifat fisik.
6. Mengajari anak tentang empati dan toleransi
Dengan membiasakan anak-anak memiliki rasa empati dan toleransi, mereka pun akan terbiasa untuk tidak melakukan bullying kepada saudaranya yang lain. Karena anak-anak ini cukup paham, bagaimana rasanya jika hal tidak mengenakkan itu juga mereka alami sendiri.
7. Membiasakan anak berkomunikasi secara asertif
Anak-anak perlu dibiasakan untuk bersikap jujur dan terbuka dalam berkomunikasi. Atau, yang diistilahkan dengan asertif.
Saat anak biasa berkomunikasi dengan cara ini, ia pun bisa dengan mudah mengungkapkan ketidaknyamanannya apabila terjadi sesuatu. Termasuk, ketika seandainya ada saudaranya yang membully dirinya.
Semua orang tua pasti ingin memiliki anak-anak yang rukun dan tidak suka bertengkar. Apalagi jika sampai melakukan bullying dengan saudaranya yang lain.
Karena itu sebelum kasus bullying antar saudara terjadi, semuanya perlu diawali dari orang tua terlebih dahulu yang harus memberikan contoh baik pada anak-anak. Selain itu, anak-anak yang ‘tangki’ kasih sayangnya penuh, pastinya tidak akan melakukan kekerasan sibling bullying pada saudaranya yang lain.
Post a Comment
Post a Comment