Seorang anak membuka gawai. Melihat tugas apa
yang diberikan gurunya hari ini. Dipandanginya tugas tersebut sambil berpikir, “Lantas
bagaimana aku harus mengerjakannya? Siapa yang akan mengajariku?”
Suara lantang memanggilnya dari luar rumah. Gawai
ia letakkan. Senyumnya langsung merekah saat melihat teman-temannya sudah
menunggu di luar untuk bermain.
Di tempat lain, seorang ibu disodori anaknya
sebuah gawai. Si anak bertanya, bagaimana ia harus mengerjakan tugas ini. Ibunya
menggeleng. Ia tidak bisa.
Selain itu, hari ini banyak pekerjaan yang
harus ia lakukan di rumah. Memasak, mencuci, bersih-bersih rumah. Ia melihat
wajah kecewa anaknya. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Di sebuah pagi, ada seorang anak yang berlari
cepat ke rumah temannya. Ia ingat, hari itu ada ulangan yang harus dikerjakan.
Tapi gerak kakinya melambat. Teringatlah akan
sesuatu, mengapa ia harus datang terburu-buru. Toh ia harus mengantri dulu dengan
temannya yang punya gawai. Sebagai peminjam, ia harus sabar. Ini adalah
sabarnya yang kesekian kalinya usai tahu orang tuanya tak bisa membelikan gawai.
Semua itu hanya sekelumit cerita dari wajah
pendidikan Indonesia saat wabah Covid 19 pernah meningkat di tahun 2000-2001. Cukup
banyak anak-anak yang akhirnya mengalami kemunduran dalam proses mereka
menuntut ilmu.
Melihat kondisi itu, Yune Angle Anggelia
Rumateray tak bisa tahan untuk berdiam diri. Sebagai pendiri sekaligus CEO
Paradise Education Center, Yune dan suaminya lantas mendirikan sebuah sekolah
alam.
Yune Angle Anggelia Rumateray dan anak-anak Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise. Sumber foto: Instagram @papua.paradisecenter
Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise
kemudian terbentuk di bulan November 2020. Kata Bevak sendiri berawal dari kata
Bivak, dan berasal dari bahasa Perancis, Bivouac. Artinya, tempat berlindung
sementara di alam bebas dari aneka gangguan cuaca, binatang buas, dan angin.
Di sekolah alam tersebut, Yune merangkul anak-anak
yang terkendala belajarnya akibat pandemi Covid 19. Anak-anak tersebut mereka
ajak belajar bersama dengan pendekatan alam terbuka.
Yune dan teman-temannya mengajak anak-anak
untuk menghargai alam. Kegiatannya terlihat hanya seperti bermain. Namun anak-anak
bisa tetap belajar dalam kegiatan bersifat eco
education.
Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise ini
sendiri beralamat di Jalan Gudang Arang Kelurahan Kamahedoga, Kecamatan
Merauke, Kabupaten Merauke, Papua.
Murid sekolah ini berasal dari anak-anak
lokal khususnya daerah Matandi. Daerah ini sendiri kebanyakan didiami oleh
warga asal Asmat serta keturunan Marind.
Ingin Anak-anak Merasakan Pendidikan Berkualitas
Seorang anak tersenyum lepas di atas hamparan rumput yang luas. Pandemi Covid 19 di tahun 2020 itu membuatnya bahagia. Biasanya ia tak bisa bermain seleluasa ini dengan teman-temannya yang bersekolah formal.
Anak itu melihat teman-teman yang biasanya berbalut
seragam sekolah. Ya, teman-temannya itu memang masih bersekolah selama pandemi.
Itu katanya. Buktinya, mereka dapat tugas setiap hari lewat gawainya. Tapi yang
ia tahu pasti, teman-temannya itu sama-sama tidak belajar seperti dirinya yang
memang tidak bisa sekolah.
Di tahun 2020, saat itu pandemi Covid 19
membuat pemerintah memberlakukan peraturan anak-anak harus belajar di rumah. Tapi
di Kelurahan Kamahedoga Merauke sana, anak-anak masih bisa menghirup udara dengan
bebas di atas hamparan rumput yang begitu luas.
Melihat kebahagiaan anak-anak yang bermain di
padang rumput itu tak membuat Yune ikut merasa senang. Pandemi bisa datang. Tapi
anak-anak harus tetap belajar. Itu tekadnya. Tak sampai membutuhkan waktu lama
untuk berpikir, Yune langsung mendirikan Sekolah Alam dan Bevak Literasi
Paradise usai mengikuti kegiatan Reiner yang dilakukan Wirabangsa.
Kegiatan ini sendiri adalah bentuk kontribusi
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau Kemenko
PMK bekerja sama dengan Institute Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan. atau IBEKA.
Tujuan dari kegiatan Wirabangsa adalah
mengarahkan pola pikir serta sudut pandang generasi muda untuk menjadi
penggerak. Utamanya, untuk kemajuan di daerah asalnya. Bentuknya berupa
wirausaha sosial.
Kegiatan inilah yang menginspirasi Yune saat
melihat kondisi pendidikan anak-anak di Kamahedoga Merauke. Alumni Atmajaya
Jogjakarta ini pun merangkul anak-anak baik yang sudah bersekolah atau tidak bersekolah.
Yune melihat, anak-anak yang bisa bersekolah formal
saja tidak bisa mendapatkan pendidikan dengan baik saat pandemi. Apalagi anak-anak
yang tidak bersekolah sama sekali.
Cara Yune mengajak anak-anak yang bermain untuk
belajar itu tak mendapatkan penolakan. Karena yang anak-anak tahu, Yune justru
membawa mereka ke permainan baru berbentuk eco education. Tak ada juga bentuk ikatan
dalam wujud seragam sekolah.
Relawan Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise sedang mengajari anak-anak belajar. Sumber foto: Sumber foto: Instagram @papua.paradisecenter
Akhirnya, Yune berhasil membuat sebuah
pasukan permainan baru berjumlah 40 anak. Usianya mulai dari 3 tahun hingga 11
tahun.
Setiap harinya, anak-anak diajak main ke alam
dengan tempat-tempat yang berbeda. Hari ini bisa di kebun. Lain hari di sawah. Minggu
depan di sungai.
Mereka tahunya diajak ke berbagai permainan
baru. Padahal, mereka sedang belajar banyak hal dari alam yang sehari-hari
terlihat biasa di mata mereka.
Proses Belajar Anak-anak Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise
“Anak Paradise… Yes, yes, yes!”
Suara relawan pengajar disambut teriakan yang
tak kalah lantang dari anak-anak Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise. Jika
sedang banyak murd, jawaban ‘Yes’ bisa keluar dari 60 anak yang berteriak dengan
penuh semangat.
Tanpa pandang suku, agama, atau apapun,
anak-anak Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise berkumpul untuk memulai hari
dengan pendidikan karakter.
Lamanya sesi pendidikan karakter ini sekitar 10
menit. Menurut Yune, pelajaran karakter itu penting. Di sesi ini, anak-anak
bisa belajar tentang menghargai alam mereka.
Relawan Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise sedang mengajari anak-anak pendidikan karakter tentang mimpi dan janji kepada alam semesta. Sumber foto: Instagram @papua.paradisecenter
Di satu sesi, anak-anak bisa tahu mengapa
mereka tidak boleh membuang sampah sembarangan. Di lain waktu anak-anak diajak
menghargai pencipta dan sesama. Di hari yang berbeda, mereka juga diajak untuk
tidak menjual hutan sembarangan atau tidak menjual tanah.
Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise
sengaja fokus pada pembinaan karakter. Alasan Yune, saat ini orang banyak
bicara tentang SDM. Sayangnya, banyak juga yang kurang memerhatikan dari akar
masalah.
Padahal seharusnya anak usia 2 hingga 12
tahun perlu mendapatkan pendidikan karakter seperti contoh-contoh tadi.
Hal rutin inilah yang terjadi di Sekolah Alam
dan Bevak Literasi Paradise. Selanjutnya, anak-anak belajar bermacam-macam
pelajaran.
Seperti laiknya belajar di sekolah, Sekolah
Alam dan Bevak Literasi Paradise juga mengajarkan baca tulis dan hitung ke
anak-anak muridnya. Yang membedakan adalah metodenya.
Menurut Yune, relawan pengajar di sekolahnya
juga belajar tehnik berhitung dari Yohanes Surya Institute untuk mengajarkan
materi matematika ke anak murid mereka. Metode ini berbeda dengan yang dipakai
kebanyakan guru di sekolah.
Setelahnya, anak-anak diajak untuk melakukan
kegiatan di alam sambil belajar. Beberapa contoh kegiatan yang dilakukan
anak-anak adalah sebagai berikut.
Pembagian bibit pohon. Sumber foto: Instagram @papua.paradisecenter
-
Pembagian bibit pohon oleh Paradise Children untuk
ditanam di pekarangan rumah anak.
-
Belajar tentang sungai bersama Kak Une
langsung di pinggiran Sungai Maro Merauke.
-
Belajar di hutan mangrove di Gudang Arang
Merauke
-
Belajar sains dan matematika bersama Miss
Tuni
-
Belajar tentang karakter bersama Mr Filip
-
Belajar mengolah pangan lokal sagu bersama
Kakak Monic dan Kakak Adriana.
Usai kegiatan inti, Yune atau tim relawan
pengajar kemudian melakukan review karakter.
Saat waktunya pulang, anak-anak bisa jadi
akan bercerita permainan menyenangkan apa yang sudah mereka lakukan hari itu. Saat
di masa mendatang, anak-anak mungkin akan sadar, betapa istimewanya permainan mereka
di masa kecil dulu.
Post a Comment
Post a Comment