Beberapa waktu lalu, saya sempat terkejut saat melihat sebuah tweet tentang penipuan yang membawa-bawa nama BRI. Isi tweet tersebut tentang pemberitahuan adanya perubahan tarif transfer dari yang asalnya Rp6.500 menjadi Rp150 ribu.
Kaget juga waktu itu. Komentar saya, kok mahal banget! Mana di situ tertulis auto debet lagi! Bisa habis dong saldo yang ada!
Lalu teringat ibu yang juga punya akun BRI selain saya sendiri yang baru-baru ini juga membuka tabungan di BRI. Ya, akun BRI ibu yang paling saya khawatirkan. Karena di situ ada simpanan uang ibu hasil dari transfer bulanan kami, anak-anaknya.
Tapi sewaktu baca komentar yang punya tweet kalau itu adalah penipuan, barulah saya sadar. Kontan saya menertawakan kekonyolan saya diri sendiri yang hampir tertipu.
Dan ternyata, tak lama kemudian ibu pun mendapat pesan WA yang sama. Ibu yang gampang kagetan, langsung menghubungi saya. Pas saya cek, pesan yang sama juga terkirim ke ibu. Tapi dengan versi beda dengan inti penipuan yang sama.
Langsung saja, saya blokir pesan tersebut. Ibu pun lalu saya beri tahu kalau itu hanyalah penipuan.
Tips Menjadi Nasabah Bijak
Dari cerita saya tadi, juga dari sekian fenomena yang kerap ada, pastinya pembaca tulisan saya ini sudah bisa menebak, sebetulnya seperti apa orang yang mudah kena penipuan perbankan.
Yap, ada beberapa faktor yang kerap membuat seseorang bisa menjadi korban penipuan perbankan.
Mudah panik
Tidak teliti
Tidak mau mencari informasi lengkap
Minim literasi keuangan
Kurang paham teknologi
Keempat hal tadi akan lebih baik jika kita tahu untuk tidak mudah membagi beberapa informasi berikut ini.
Nomor kartu baik itu kartu debit atau kredit
Masa berlaku kartu
CVV atau tiga angka di belakang kartu
Tanggal lahir
PIN atau Personal Identification Number
User ID password
OTP atau One Time Pasaword
Nama ibu kandung
Cara Menjadi Penyuluh Digital, Kebutuhan di Tengah Fenomena Penipuan Perbankan
Melihat maraknya penipuan di bidang perbankan ini, pernahkah kita terpikir untuk menjadi penyuluh digital?
Kebutuhan akan penyuluh digital di masa sekarang ini begitu dibutuhkan karena dua alasan. Alasan pertama, korban yang kerap tertipu, aslinya tidak pandang usia.
Ada yang bilang, generasi usia di atas milenial lah yang paling muda tertipu karena mereka kurang paham teknologi.
Eit, siapa bilang? Salah satu buktinya pernah saya tahu dari mantan atasan kerja saya sendiri. Beliau seumuran dengan saya yang masuk kategori generasi milenial. Tapi… beliau sering membagi informasi hoax ke grup WA kerjaan.
Sedangkan alasan ke dua, meski setiap hari sudah bersentuhan dengan smart phone atau yang diartikan ponsel pintar, tak selamanya berarti pemakainya pintar teknologi.
Di masa sekarang di mana konten-konten berkualitas bisa muncul di banyak platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, atau TikTok, namun cukup disayangkan karena konten-konten tersebut tidak terkonsumsi oleh beberapa kalangan. Akhirnya, mereka inilah yang lalu mudah tertipu karena minim informasi.
Nah, buat yang tahu dan paham informasi, yuk kita bantu mereka yang mudah tertipu ini. Agar tidak makin banyak orang yang menjadi korban di bidang perbankan. Beberapa cara yang biss kita lakukan adalah sebagai berikut.
Jadi nasabah bijak untuk diri sendiri dulu
Pastikan terlebih dahulu kebenaran informasi yang akan kita bagikan pada orang lain
Menjadi penyuluh digital dengan berbagi informasi yang kita tahu
Beritahu jika ada penipuan dengan cara yang mengena
Dengan cara berikut, semoga ya, tidak makin banyak orang yang menjadi korban terutama di bidang perbankan.
Bahkan andai kita tidak menjadi penyuluh digital, hanya menjadi nasabah bijak yang paham literasi digital keuangan, itu sudah cukup membawa andil dengan berkurangnya celah bagi penipu di bidang siber perbankan yang sudah jahat dalam meraup keuntungan.
Post a Comment
Post a Comment