Dulu banget sekitar awal-awal tahun 2000-an, ada sebuah film yang cukup menarik menurut saya. Judul filmnya, I love You, Om. Hayo, siapa pembaca tulisan ini yang sempat nonton film ini?
Sinopsisnya seperti ini: semuanya berawal dari perhatian seorang pria bernama Gaza (35), seorang tukang laundry langganan mamanya, yang membuat tumbuhnya rasa simpati Dion (12) seorang anak yang mulai memasuki masa puber. Dan mamanya Dion ini ceritanya single mom.
Gadis cilik ini pun dalam kondisi kehilangan perhatian mamanya yang sibuk bekerja. Akhirnya, Dion jadi merasa nyaman ketika ada orang lain yaitu Gaza yang sayang dan memberi perhatian kepadanya.
Namun sayangnya, apa yang dirasa Dion jadi seperti seorang cewek yang sedang kasmaran. Ia mulai menarik simpati Gaza dengan cara-cara khas ala orang dewasa. Mulai dari berpenampilan seksi seperti rok mini dan sepatu high heels, memoles lipstik, sampai belajar gaya kencan orang dewasa melalui tontonan VCD Romeo and Juliet.
Itulah sekelumit cerita dari I Love You Om. Jadi latar belakang film ini adalah mengangkat cerita kehidupan seorang anak yang hidup hanya dengan ibunya atau single parent.
Bagi para orang tua atau single parent yang sibuk bekerja, atau mungkin saja bagi orang tua yang merasa sudah memberikan yang terbaik serta perhatian yang cukup bagi sang anak, seketika saat tahu film itu, jadi merasa ngeri saat melihat realita proses perkembangan yang bisa terjadi pada seorang anak. Yang fenomenanya seperti Dion tadi.
Ya, orang tua memang berkewajiban terus untuk mendampingi anak-anaknya. Selain memenuhi kebutuhan fisik anak, juga membantu anak menjadi individu yang dewasa.
Baca juga: Membicarakan Menstruasi dengan Anak, Begini Caranya…
Apalagi dengan maraknya pornografi dan kekerasan serta pergaulan bebas, bahkan mewabahnya narkoba, bisa memicu rasa was-was para orang tua pada anak renajanya.
Bagaimana tidak. Karena masa inilah yang paling rawan dalam perkembangan dan perjalanan hidup seorang anak. Masa ini adalah waktu untuk mencari bentuk dan masa mencoba-coba.
Tentunya, orang tua manapun tidak ingin anaknya hancur masa depannya karena salah asuhan.
Sikap Orang Tua Saat Anak di Masa Puber
Pada masa puber, perubahan biologis anak sudah mulai menunjukkan kematangan. Saat kondisi fisik mulai sempurna itulah, anak dikatakan mulai memasuki masa remaja, awal dirinya akan beralih menjadi dewasa.
Anak remaja memiliki emosional yang labil. Mereka merasa dirinya sudah mampu untuk berdiri sendiri, serta berpikir bahwa dirinya penting. Sehingga orang lain harus bisa memahami dirinya. Mereka juga mulai tertarik untuk mencoba sesuatu hal yang baru, baik itu yang menantang maupun yang dilarang.
Sementara itu, ada dua kutub yang bisa dikatakan berlawanan yaitu antara orang tua dan remaja. Kebanyakan orang tua masih menginginkan anak yang'patuh, penurut, mau diatur, dan sebagainya. Sedangkan remaja maunya bebas, mandiri, menjadi dirinya sendiri, mengatur dirinya sendiri.
Baca juga: Panduan Bagi Orangtua dalam Membimbing Anak Memilih Jurusan di SMA
Agar tidak saling curiga dan bisa saling memahami, tentu saja harus ada komunikasi dua arah. Kunci komunikasi ini adalah dua belah pihak tidak saling menuntut namun justru saling memberi informasi dan masukan.
Anak Perlu Figur Teladan
Sementara itu dalam kasus film ILYO, ada dua sisi yang bisa diangkat. Satu sisi, ada kebutuhan anak akan figur 'ayah' dan 'kehilangan' peran ibu yang sibuk kerja. Sementara anak mengalami kurangnya persiapan saat ia akan memasuki masa puber.
Padahal, sepatutnya orang tua harus mengikuti perkembangan anak sejak kecil, remaja, hingga anak benar-benar dewasa.
Untuk itu cara yang bisa ditempuh oleh para orang tua salah satu di antaranya adalah dengan melalui pemberian perhatian. Seiring dengan perubahan usia, anak pun mempunyai tugas perkembangan yang meningkat. Untuk itu, orang tua perlu memberi kesempatan pada anak untuk mempelajari dan melewati tugas-tugas perkembangannya.
Anak perlu belajar mandiri, problem solving, percaya diri dan sebagainya. Perhatian dan pengertian dari orang tua akan tugas-tugas perkembangan anak, akan dapat membantu anak menjadi dewasa secara positif. Terutama teladan dari orang tuanya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah komunikasi dua arah. Kebanyakan orang tua cenderung bersikap menjadi penasihat, pemberi masukan, pembuat larangan dan keharusan, tapi tanpa mau mendengar anak-anak mereka.
Di sisi lain, anak-anak juga umumnya menjadi penuntut, tukang protes, peminta-minta, dan lain sebagainya. Hampir tak ada yang mau menjadi pendengar. Semua ingin didengar.
Akhirnya komunikasi satu arah inilah yang akan memunculkan kecurigaan, saling menyalahkan, dan lain sebagainya. Untuk itu antara orang tua dan anak sebaikanya perlu sejak dini ditumbuhkan saling mendengar, berdiskusi, atau memberi kesempatan argumentasi dengan mempunyai banyak alternatif.
Pola asuh yang tidak demokratis, pemanjaan yang berlebihan, dan pelarangan yang ketat akan membuat anak tidak menjadi dirinya sendiri dan sulit menjadi dewasa. Sedangkan dengan pola demokratis, orang tua tidak merasa paling pintar, paling bisa, atau tidak pernah salah. Anak pun tidak merasa harus selalu ikut kata ortu, sehingga mempunyai kesempatan belajar menjadi dirinya sendiri.
Baca juga: Menambah Wawasan Parenting dari Buku Dilan
Bantuan dukungan dari lingkungan yang kondusif bisa dilakukan dengan pemilihan sekolah, pemilihan lingkungan, termasuk dalam pembentukan kepribadian anak. Akhirnya dapat membantu anak dalam memposisikan dirinya secara benar.
Membimbing anak bukan hanya mengajari anak. Tetapi bersama-sama anak menciptakan hal-hal positif bagi kehidupan. Anak memerlukan figur teladan dari sekitarnya. Bagaimana sopan, bagaimana sabar, atau bagaimana bersikap baik. Ini karena anak akan meniru dari lingkungannya, yaitu orang tuanya.
Sentuhan secara fisik juga sangat dibutuhkan untuk dilakukan oleh orang tua. Elusan pada rambut, menepuk-nepuk punggung, ciuman di pipi atau kening, pelukan dari orang dekat yaitu ibu, ayah, saudara akan membuat seorang anak atau remaja menjadi merasa dihargai, dibutuhkan, disayangi. Anak jadi lebih percaya diri dalam menjalani tantangan-tantangannya.
Menyiasati Family Time
Pada orang tua yang super sibuk, tak dapat dipungkiri, mereka harus instropeksi. Orang tua perlu merenungkan tentang anak-anak seperti apa yang mereka inginkan. Artinya perlu ada pengorbanan dan kesungguhan dari orang tua dalam mengharapkan anak-anak seperti yang mereka inginkan.
Untuk itu, perlu adanya kuantitas dan kualitas waktu bersama anak-anak. Kuantitas yang dimaksud adalah cukup waktu untuk berkomunikasi dan bermain dengan anak-anak, serta kualitas pertemuan tersebut diisi dengan kegiatan apa.
Biasanya waktu yang bisa disiasati adalah saat sarapan bersama, makan malam bersama, dan sebelum tidur. Ini bisa ditambah dengan komunikasi melalui ponsel misalnya pada jam-jam siang, atau sore. Sedangkan hari libur adalah saat yang harus diluangkan bersama anak-anak.
Walaupun sulit bertemu dengan teman anak-anaknya, orang tua bisa mengenal dengan mendengar cerita anak tentang sekolah serta teman-temannya. Beri waktu meski sedikit untuk mengetahui kesulitan yang sedang dihadapi dan membantu alternatif solusi mengenal lingkungan anak, seperti teman, guru, dan permainannya.
Orang tua perlu juga memotivasi anak dan memberi semangat. Ditambah lagi, orang tua juga harus tahu harapan-harapan dan kebutuhan anaknya, atau menceritakan tentang kegiatan orang tua.
Sedangkan pada single parent, anak juga tetap memerlukan figur pengganti ayah atau ibu. Bisa didapatkan misalnya dengan mendekatkan pada saudara seperti om, tante, kakek, nenek, atau dengan penanaman pemahaman tugas-tugas figur pada anak.
Intinya, krisis sosial pada masa perkembangan, umumnya yang dirasa berat adalah saat anak memasuki masa remaja. Sehingga orang tua atau orang dewasa di sekitarnya sepatutnya membantu anak memberi informasi yang benar.
Informasi-informasi yang diperlukan misalnya seperti kemandirian, problem solving, sex education, informasi sekolah, atau informasi karir. Untuk itu, orang tua bisa dibantu oleh guru di sekolah, tenaga profesional seperti dokter kandungan, psikolog, atau dokter kulit dan kelamin.
Post a Comment
Post a Comment