Saat ini internet begitu mudahnya diakses oleh siapapun. Mulai dari anak bayi sampai orang lanjut usia, hampir semuanya bersentuhan dengan internet setiap harinya.
Namun sayangnya, pertumbuhan dan perkembangan
internet yang pesat ini kurang diimbangi dengan dua hal. Yang pertama, banyak
masyarakat Indonesia yang kurang cerdas dalam berliterasi. Membaca informasi
sih, tapi tidak dibarengi kemampuan untuk teliti kebenarannya.
Hal ke dua yang kurang diimbagi dari tumbuh
kembangnya internet adalah adanya orang-orang yang tidak bertanggung jawab
dalam menyebar hoax. Akibatnya, masyarakat yang ingin mencari informasi benar
di internet pun jadi tertipu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) sendiri telah menemukan ada sebanyak 1.670 kasus berita hoax
seputar Covid-19 yang beredar pada rentang masa antara buan Januari 2020 hingga
Juni 2021.
Untuk itulah Ditjen IKP Kominfo bekerja sama
dengan FISIP Universitas Pelita Harapan atau UPH pada hari Rabu, 14 Juli 2021
lalu menyelenggarakan webinar dengan tema No Hoax: Vaksin Aman, Hati Nyaman.
Perlunya Regulasi untuk Mengatur dan Mengendalikan Dunia Digital
Saat ini memang begitu banyak informasi
seputar Covid-19 yang beredar di masyarakat, yang bahkan sulit untuk diteliti
apakah itu fakta atau hoax. Nah, di acara webinar kemarin, Pak Widodo pun
memberikan tips untuk mengetahui apakah sebuah berita itu benar ataukah hoax.
1. Sumber informasi
Pastikan sumber beritanya jelas. Jika itu
media, pastikan medianya telah terverifikasi oleh Dewan Pers.
Ini sering kejadian nih. Misalnya, ada berita
kalau nanti malam akan ada hujan meteor yang membahayakan. Lalu di berita itu
dicantumkan kalau sumbernya dari kepolisian Singapura. Nah yang kayak begitu
itu kan ketahuan banget hoax-nya!
2. Kewajaran berita
Coba amati, ada tidaknya keanehan atau
ketidakwajaran dalam berita. Misalnya masih berita yang hujan meteor. Lalu di
pesan berita itu ada larangan jangan menjemur makanan atau baju saat hujan
meteor berlangsung. Lhah, dipikir saja deh, masa iya mau jemur makanan
malam-malam?
3. Bahasa
Biasanya, berita hoax mengandung bahasa yang
provokatif. Misalnya paksaan atau keharusan kita untuk menuruti isi berita
tersebut yang jika kita tidak turuti, konon akan menyebabkan bahaya.
Masih terkait contoh berita yang tadi,
biasanya ada embel-embel ancaman, jika masyarakat yang tidak menuruti isi
berita, maka akan terkena penyakit menular yang tidak ada obatnya.
4. Kesesuaian judul dengan isi
Ciri berita hoax juga biasanya adanya judul
dan isi berita yang tidak nyambung.
5. Waktu
Untuk meneliti apakah suatu berita hoax atau
tidak, perhatikan juga kapan berita itu dibuat, atau kapan peristiwa yang ada
dalam berita itu akan terjadi.
Nah kalau berita hoax, biasanya tidak ada
keterangan waktunya. Pasalnya berita hoax tersebut dibuat bisa jadi berita hoax
sampai kapaun pun. Hm… beneran kurang kerjaan kan si pembuatnya!
6. Pesan berantai
Salah satu ciri berita hoax yang lainnya juga
adalah pesan agar berita tersebut disebarluaskan ke yang lainnya. Malah, ada
juga yang sampai pakai mengancam segala kalau berita itu tidak disebarluaskan.
Karena itu Pak Widodo menekankan adanya regulasi
untuk mengatur dan mengendalikan dunia digital. Ia juga berpesan agar
masyarakat berhati-hati terhadap informasi tentang vaksin. Hal ini dikarenakan
saat ini banyak informasi tentang vaksin yang beredar dan belum jelas
kebenarannya.
Kominfo sendiri selalu melakukan upaya untuk
mencegah daan menindak adanya berita-berita hoax yang tersebar di masyarakat. Upaya
yang dilakukan Kominfo tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Adanya pemberian edukasi atau wawasan pada
masyarakat terkait pemanfaatan internet dan media sosial. Salah satu contohnya
ya dengan kegiatan webinar seperti yang saya tulis sekarang ini.
2. Penegakan hukum terhadap para pelaku
pembuat dan penyebar hoax serta uaran kebencian yang bekerja sama dengan pihak
POLRI.
3. Menutup situs atau konten yang sudah
menyebarkan hoax atau ujaran kebencian
4. Menggunakan media untuk memberi penjelasan
dan klarifikasi lewat website www.cekhoaks.id.
Nah jadi jika ada berita yang kok sepertinya
hoax, yuk, cek saja di situs tersebut untuk tahu kebenarannya ya!
Kelompok Usia Berpendidikan yang Justru Meragukan Vaksin
Menurut Ibu Siti Nadia, perilaku pencegahan
Covid-19 di masyarakat selama pandemi masihlah belum konsisten. Begitu juga
halnya dengan pengetahuan tentang gejala sampai bagaimana penularan Covid-19,
terhitung masih rendah di masyarakat.
Karena itu ia pun berpesan kepada masyarakat
agar jika merasa ada gejala Covid-19 yang terasa sejak awal, sebaiknya langsung
memeriksakan diri ke dokter. Selama ini Ibu Siti Nadia kerap menjumpai adanya
masyarakat yang takut jika sakit apapun, pergi ke dokter, tapi yang ada malah
di-Covid-kan. Persepsi seperti itulah menurutnya yang justru tidak akan memutus
rantai penularan Covid-19.
Sedangkan terkait vaksin, Ibu Siti Nadia juga
menjamin bahwa vaksin Covid-19 yang selama ini telah ada sebetulnya aman dan
bahkan sudah ada izin penggunaan darurat oleh BPOM. Yang berarti, vaksin
Covid-19 keamanannya sudah diperhatikan.
Uniknya, ada fakta yang ditemukan oleh beliau. Menurutnya, selama ini justru masyarakat dari kalangan yang berpendidikan tinggilah yang justru banyak meragukan vaksin. Sehingga menurutnya, hal itu menjadi PR bagi siapa saja untuk membantu meluruskan seputar hoax yang banyak terjadi di masyarakat.
Kebenaran dari Kebohongan yang Terus Berulang
Selama pandemi, salah satu informasi salah
namun diyakini benar oleh banyak orang adalah tentang minum minyak kayu putih
yang bisa mengobati Covid-19. Jujur, perihal ini, salah satu ‘pengikut’ fakta
tersebut adalah orang tua saya sendiri, lho!
Tak hanya itu, masih banyak lagi berita hoax
yang mudah sekali tersebar dan dipercaya dan cukup membuat saya lieur. Apalagi
jika beritanya lewat Whatsapp keluarga. Mau ditegur, kok ya yang nyebar saudara
yang sudah sepuh. Nggak ditegur, kok ya bohongnnya kebangetan dan dipercaya lagi!
Fenomena inilah yang kemudian diangkat oleh
Pak Benedictus Simangunsong. Menurutnya, ada orang-orang yang tidak sadar saat
menggunakan teknologi justru telah membohongi orang lain. Ada informasi yang
aslinya tidak tepat, tidak diteliti telebih dahulu, tapi sudah buru-buru
disebarkan dengan tujuan untuk kebaikan orang lain.
Pak Benedictus menyebutkan bahwa itulah
kebohongan yang diulang terus menerus, hingga akhirnya dianggap sebagai
kebenaran. Inilah yang kemudian membuat teknologi atau media lalu menjadi alat
kuat untuk memengaruhi orang lain.
Karena itulah, Pak Benedictus berharap
masyarakat memiliki tingkat literasi yang tinggi. Jika setiap orang memiliki
kemampuan dan kemauan untuk berliterasi, maka ia bisa melihat dengan cermat
konten yang ia terima.
Post a Comment
Post a Comment