Malam itu, mata saya tercekat membaca
tulisan seorang teman. Ia menuliskannya panjang di status sebuah media sosial,
tentang cerita betapa lelahnya ia di hari itu.
Sumber kelelahannya ada pada anak
sulungnya, seorang gadis cilik yang usianya mungkin sekitar tiga atau empat tahun.
Ceritanya, suatu ketika si sulung buang air kecil di lantai. Air pipisnya
berceceran di mana-mana.
Teman saya lalu membereskannya kemudian masuk
ke kamar untuk menyusui adiknya. Saat ke luar kamar, dilihatnya lantai rumah
sudah banjir. Di tengah kebingungan, muncullah wajah cilik si sulung yang
dengan bangga berkata, “Aku sudah mencuci semuanya sendirian!”
Ya, gadis ciliknya memang bermaksud membantu
teman saya mencuci perkakas dapur yang sebelumnya tertumpuk kotor. Namun yang
terjadi, ulahnya justru membuat banyak hal jadi berantakan.
Ada air rebusan di panci untuk minum
yang malah jadi kotor. Ada minyak goreng yang tumpah. Ada gayung dan sabun cuci
piring yang tergeletak di lantai. Ada kursi yang usai dipakai untuk naik si
sulung saat mencuci piring. Juga ada sandal jepit yang jadi terasa berjelaga di
kaki.
Semua gerakan membereskan itu ia lakukan
dengan diam. Mungkin, si sulung memperhatikan semua keheningan mamanya. Ia lalu
bertanya, “Mama tidak marah kan? Aku sudah membantu Mama.”
Semua kebisuan itu akhirnya jebol juga.
“Itu namanya bukan membantu. Itu namanya menyusahkan Mama. Mama marah! Marah!
Marah!” teman saya bercerita, ia akhirnya tidak dapat menahan luapan arasa
kesalnya pada si sulung.
Membaca semua itu, saya kok malah
menangis. Di sela-sela tangisan, saya minta teman saya untuk memeluk putrinya.
Peluk saja. Tak apa jika pun sambil menangis. Tapi, ia harus tetap memeluk
putri sulungnya.
Ya, karena sebelumnya saya pernah
merasakannya. Dan putri sulung saya juga pernah berada pada posisi seperti
gadis cilik putri teman saya tersebut. Semua itu terjadi saat dulu saya
mengalami post partum depression. Mungkin, lain kali saya akan menceritakannya
Besarnya Manfaat Berpelukan
Aktivitas berpelukan kerap diasosiakan
sebagai bentuk kasih sayang. Dan jika itu dilakukan antara ibu dan anak,
rupanya tak hanya memenuhi kebutuhan si kecil akan kasih sayang dari ibunya.
Melalui laman theAsianparent, saya menemukan beberapa fakta tentang pentingnya
mengasuh anak dengan pelukan. Teman-teman bisa membacanya melalui tautan ini.
Di situ tertulis bahwa setidaknya ada
lima manfaat dari kegiatan memeluk anak. Manfaat tersebut antara lain mulai
dari meningkatkan daya tahan tubuh, membuat anak jadi lebih bahagia, membantu
perkembangan kecerdasan anak, menenangkan anak yang sedang tantrum, sampai
mengajarkan anak untuk memahami emosi mereka.
Kesemua manfaat pelukan itu pernah saya
alami bersama Kayyisah, anak sulung saya. Sejak ia bayi hingga sekarang usianya
menginjak enam tahun, kegiatan berpelukan telah beberapa kali ia rasakan
manfaatnya,
Tak hanya Kayyisah, saya sebagai ibunya
pun juga merasakan manfaat dari kegiatan berpelukan. Saat emosi sedang tidak stabil
saat menghadapi Kayyisah, saya memeluknya. Ya, persis seperti yang saya pinta
pada teman saya dalam cerita di awal tulisan ini. Setelahnya, segalanya menjadi
reda, terasa tenang.
Dan inilah beberapa manfaat pelukan
untuk Kayyisah yang saya amati sejak ia bayi hingga sekarang.
Skin to Skin untuk Bayi yang Terlahir dengan Berat Badan Rendah
Kayyisah terlahir dengan berat badan 2,4
kilogram di usia kandungan saya saat itu tepat 36 minggu. Menurut tenaga
kesehatan, usia kandungan saya saat itu sebetulnya belumlah cukup. Begitu juga
berat badan Kayyisah yang berada di bawah standar seharusnya.
Setelah lahir, saya kurang memberi ASI
untuk Kayyisah. Jadilah ia harus kembali ke rumah sakit untuk masuk NICU karena
tubuhnya menguning.
Setelah tiga hari dirawat di rumah
sakit, Kayyisah akhirnya bisa pulang. Ada beberapa pesan dokter yang harus saya
sangat patuhi. Mulai dari harus sesering mungkin memberi ASI pada Kayyisah,
yang paling tidak minimal setiap dua jam sekali. Ia juga harus sering dijemur,
sebuah tantangan untuk saya dengan kondisi cuaca yang sering mendung dan hujan
di bulan Januari.
Pesan yang terakhir dari dokter,
Kayyisah harus sering saya peluk secara skin to skin. Kulitnya harus
bersentuhan langsung dengan kulit tubuh saya.
Rupanya, pelukan ini menurut dokter akan
besar manfaatnya bagi Kayyisah. Bayi yang dipeluk skin to skin akan memiliki
daya tahan tubuh yang meningkat, serta merangsang kemampuannya untuk mau
menyusu lebih banyak. Efek yang diharapkan, berat badan Kayyisah akan naik.
Penenang Saat Melewati Masa Terapi
Bisa dibilang masa bayi Kayyisah memang
sering mengalami sakit-sakitan. Seminggu setelah dilahirkan, ia mengalami
kuning dan masuk NICU. Usai ulang tahun pertama, Kayyisah harus opname karena
alergi obat yang mengandung metaclopramide. Sedangkan setelah ulang tahun ke
dua, Kayyisah divonis menderita TB.
Penyakit TB yang baru diketahui di usia
dua tahun itu menjadi jawaban, mengapa hingga di usia itu Kayyisah masih belum
juga bisa berjalan. Sedangkan sebelumnya sejak usia 16 bulan, saya dan suami
rutin membawa Kayyisah terapi di unit rehab medis rumah sakit.
Terapi ini menurut saya bisa dibilang
berat untuk anak seusia Kayyisah. Di masa-masa awal, ia harus ditidurkan di
sebuah bola besar, kemudian bola itu digulirkan ke sana sini untuk memancing
reflek gerak tubuh Kayyisah.
Fase terapi selanjutnya, Kayyisah harus
diberdirikan dalam waktu yang cukup lama. Kadang untuk menenangkannya, saya dan
suami mempertontonkan film-film anak di Youtube. tapi tak jarang, kondisi harus
berdiri selama satu jam lamanya itu sering membuat Kayyisah tidak nyaman dan
menangis,
Selama masa-masa terapi, memeluknya
adalah sebuah kegiatan yang begitu menenangkannya. Juga menenangkan diri saya
sendiri yang sering menahan tangis karena tidak tega melihat Kayyisah terpaksa berada
dalam kondisi ketidaknyamanan.
Penghibur di Kala Nilainya tak Sesuai dengan Harapan
Beberapa hari yang lalu, selama
seminggu, guru TK Kayyisah memberikan beberapa tugas secara daring lewat WA.
Hingga pukul delapan malam, kami para orang tua akan menyetor hasil tugas
anak-anak lewat WA. Setelah itu, guru Kayyisah akan memberikan nilai dalam
bentuk deskripsi seperti berkembang sangat baik yang setara dengan A, sesuai
harapan setara dengan B, mulai berkembang setara dengan C, atau belum
berkembang setara dengan D.
Saat diberi tugas membaca dan menulis,
Kayyisah dianggap berkembang sesuai harapan. Yang itu artinya B. Malam sebelum
tidur, saya memberi tahu Kayyisah. Di luar dugaan, Kayyisah menangis!
Sejenak saya tertegun. Awalnya saya
pikir, ini semua bukan masalah. Tapi ternyata tidak buat Kayyisah. Ia mau nilai
A. Ia mau dinilai yang paling bagus.
Saya lalu memeluk Kayyisah yang
sesenggukan. Saya paham, di balik watak sanguinisnya, Kayyisah juga punya sisi
koleris yang cukup besar.
Sambil memeluk dan mengelus kepalanya,
saya katakan kalau lain kali, ia bisa mendapatkan nilai bagus. Asalkan ia
berjanji untuk lebih sungguh-sungguh belajar. Sebelumnya Kayyisah memang kerap
tidak mau jika saya ajak untuk belajar. Padahal sebentar lagi sudah masuk SD.
Karena aktivitas dari sekolah tidak bisa diharapkan di masa pandemi ini, mau
tak mau akhirnya ia harus belajar di rumah dengan saya.
Seusai dipeluk, Kayyisah merasa tenang.
Saya tersenyum, karena setelah itu ia sudah riang bercerita film kesukaannya.
Khas anak sanguinis.
Sebetulnya masih begitu banyak lagi
cerita tentang manfaat pelukan yang saya dan terutama anak saya rasakan. Karena
pelukan antara ibu dan anak adalah wujud kasih sayang, yang di dalamnya ada
manfaat begitu besar untuk keduanya.
Jadi, yuk sering-sering memeluk anak. Biar kita dan anak jadi bahagia.
Post a Comment
Post a Comment