Saat anak di posisi bersalah usai melakukan
sesuatu, hukuman bukanlah menjadi hal yang utama. Jika mereka bersalah, orang
tua bisa membiasakan untuk memilih mengajak anak berkomunikasi, dari pada
menghukumnya dengan fisik atau non fisik.
Misalnya, jika anak bertengkar, orang tua
bisa bertanya ke mereka, kenapa mereka sampai bertengkar.
Biasanya, anak bisa melakukan sika defensive
atau membela diri. Jika seperti itu, kita bisa mendiamkan mereka terlebih
dahulu. Misalnya, dengan memposisikan mereka di area konsekuensi dan meminta
mereka untuk tenang selama beberapa menit.
Ketika anak-anak mereka sudah melewati masa
itu, barulah orang tua bisa mengajak mereka berkomunikasi. Pada saat cooling
down, barulah orang tua bisa memberi penjelasan kepada anak-anak, apa yang
semestinya dilakukan jika hal itu terjadi lagi.
Memang, yang namanya anak-anak biasanya ya
nggak bisa langsung berubah. Bisa jadi kadang mereka masih melakukannya lagi.
Tapi selanjutnya, frekuensinya bisa lebih berkurang kok.
Sementara itu bagi hukuman yang sifatnya
fisik, biasanya akan jadi hal yang biasa dan memberi efek yang kurang bagus
pada anak.
Dengan mengajak komunikasi anak, memang
sekilas akan terlihat anak jadi punya kebiasaan ‘membantah’. Namun, hal itu justru
bisa menjadi hal yang bagus untuk membangun watak kekritisan anak.
Tipsnya, orang tua juga jangan kalah
berargumen dengan anak. Waktu mengajak komunikasi atau ngobrol dengan anak
ketika mereka berbuat salah, orang tua perlu mengajak mereka berkomunikasi
dengan bahasa yang dimengerti anak. Ini justru meningkatkan kekritisan anak.
Tenangkan
dengan Pelukan
Tidak jarang orang tua justru dibuat
kebingungan atas sikap anak yang sulit dimengerti. Misalnya ketika mereka
berbuat nakal dan saat diperingatkan justru memberontak, orang tua pun akan
makin dibuat bingung.
Untuk mengatasi hal ini, orang tua bisa
memberikan pelukan untuk bisa menenangkan anak. Kita bisa melakukannya meski
anak memberontak. Lama kelamaan, anak akan jadi bisa tenang.
Hal itu bisa terjadi karena adanya
sensitifitas antara anak dengan ibu. Pelukan seorang ibu dapat menenangan
kegundahan hati yang sedang terjadi pada anak.
Namun peran ini tidak seluruhnya dilakukan
pula oleh seorang ibu. Ayah pun juga turut berperan dan saling mensuport
manakala mereka berdua melihat kenakalan yang kadang terjadi pada kedua buah
hati mereka.
Caranya, baik ayah dan ibu bisa melakukan
bergantian. Misalnya kalau ibu yang sedang marah, ayah yang akan menjelaskan ke
anak. Ada kalanya bisa sebaliknya. Tapi, makna pelukan ini bukan berarti
membela anak. Karena kalau demikian, itu sama saja menjatuhkan pasangan.
Tonjolkan
Aspek Tanggung jawab
Saat menghadapi anak yang melakukan
kesalahan, mungkin rasa kesal bahkan marah bisa saja terjadi. Apalagi jika
kondisi kita sebagai orang tua kala itu yang juga sedang kurang mendukung.
Mungkin lelah, atau bisa jadi ada permasalahan yang terjadi sebelumnya.
Namun jika kita mau menelaah dan mau belajar
hal baru dalam menangani anak yang sedang membuat kesalahan, rasanya sekarang
pun belum terlambat. Sikap marah memang menjadi hal yang wajar jika orang tua
dibuat kesal oleh ulah anak. Namun menjadi tidak wajar jika terjadi kekerasan
fisik atau ucapan menyakitkan yang diperoleh anak dari orang tua.
Dalam menghadapi dan menangani anak yang
berbuat salah, orang tua harus selalu ingat kalau kemarahan yang mungkin timbul
dasarnya tetap untuk kebaikan anak itu sendiri dan bukan karena emosi belaka.
Menurut Daniel Goleman, psikolog dari luar
negeri yang mendalami ilmu-ilmu perilaku dan otak, ada empat langkah yang bisa
dilakukan orang tua terhadap anak yang berbuat salah. Keempat langkah ini
disebut strategi SOCS, Situation, Option, Consequence, dan Solution.
Maksukdnya ketika anak melakukan kesalahan
tersebut, lihat kondisi psikologisnya. Apakah ia sedang capek, pikirannya masih
kacau, atau ia memang tipe pemberontak. Kemudian pikirkan pula alternatif sikap
yang bisa dilakukan kepada anak seperti akan langsung menasehatinya, menasehati
dengan menunda terlebih dahulu sampai pada waktu yang tepat, menasehati secara
biasa atau secara keras.
Pikirkan juga konsekuensinya yaitu sikap anak
yang mungkin akan timbul sebagai bentuk reaksi atas sikap kita. Apakah mungkin
nantinya anak akan menerima tanpa atau dengan syarat, atau ia justru
menolaknya. Pikirkan juga solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah
tersebut.
Tonjolkan pula aspek tanggung jawab pada
anak, bahwa setiap prilaku dan sikapnya akan memiliki konsekuensi tersendiri.
Tentunya konsekuensi ini tidak selalu menyenangkan namun ada juga yang
menyusahkan. Biarkan anak berpikir mana yang akan dipilihnya.
Post a Comment
Post a Comment