Kebiasaan
mencuci tangan sering dianggap biasa oleh masyarakat pada umumnya. Namun
kemudian, kebiasaan ini menjadi sering terabaikan. Padahal, begitu besar arti
dan manfaat cuci tangan bagi kesehatan masyarakat.
“Karena
tanganlah bagian tubuh kita yang paling banyak kontak dengan benda-benda lain.
Padahal tangan ini kemudian bisa berhubungan dengan mulut saat makan, memegang
mata atau hidung. Kita kan tidak tahu ada apa di tangan kita,” ujar dr Erman
SpA, dokter spesialis anak Rumah Sakit Awal Bros Batam.
Pada
tangan siapapun mungkin menempel kuman dan bakteri yang dapat menyebabkan
penyakit-penyakit tertentu. Misalnya diare, muntah, bahkan typhus. Beberapa
penyakit tersebut kebanyakan memang menular melalui tangan.
Pada
tangan sendiri ada dua jenis kuman yang bisa hinggap. Menurut Erman, dua jenis
kuman tersebut yaitu kuman insiden dan menetap. Kuman insiden ini misalnya
bakteri Escherichia Coli yang dapat menyebabkan diare. Sedangkan kuman menetap
adalah jenis kuman yang tidak berbahaya.
Untuk
mengatasi kuman insiden inilah dibutuhkan pengertian akan pentingnya kebiasaan
mencuci tangan oleh siapapun. Bukan hanya sekedar mencuci tangan saja melainkan
juga menggunakan sabun dan dilakukan di bawah air yang mengalir.
“Karena
sabun memiliki kandungan basa dan itu bisa mengurangi atau melemahkan kuman
yang ada di tangan. Semakin tinggi kadar basanya, semakin bagus juga
kemampuannya untuk mengatasi kuman,” jelas Erman.
Namun
kandungan basa ini juga bisa mempengaruhi kulit yang sensitif seperti kulit
pada bayi. Sehingga sabun untuk bayi hendaknya dikurangi kadar basanya.
Selain
menggunakan sabun, hendaknya mencuci tangan juga dilakukan dengan air yang
mengalir. Memang masih ada kebanyakan masyarakat yang menggunakan kobokan
sebagai sarana untuk mencuci tangan sebelum makan. Ini menurut Erman kurang
bagus dilakukan.
“Kalau
menggunakan kobokan kemungkinan kuman yang ada masih terus berputar di situ
saja,” imbuhnya.
Penggunaan
sabun dan air mengalir saat mencuci tangan ini dapat menahan kuman yang ada di
tangan bahkan membunuhnya hanya hingga sekitar 10 sampai 15 detik saja. Untuk
itu, biasakanlah mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun terutama ketika
tangan akan bersentuhan dengan bagian tubuh yang lain atau ketika akan
memasukkan makanan ke dalam mulut.
Dibutuhkan
Peran Aktif Ibu
Dengan
pemahaman akan pentingnya mencuci tangan, maka anak membutuhkan orangtua yang
dapat menyadarkan dan menanamkan kebiasaan ini pada anak. Apalagi dengan
aktivitas anak yang begitu rentan bersentuhan dengan kuman dan bakteri.
“Kebiasaan
mencuci tangan pada anak sebetulnya merupakan bagian dari toilet training.
Yaitu, saat anak belajar tentang kapan buang air kecil atau BAK dan kapan Buang
Air Besar atau BAB, serta menjaga kebersihan,” ujar Bibiana Dyah, psikolog dari
Batam yang akrab dipanggil dengan nama Dhea.
Khususnya
kebiasaan mencuci tangan ini menurut Erman, dilakukan saat anak bahkan ada
dalam usia di bawah satu tahun. “Ini membutuhkan peran aktif ibu. Misalnya saat
bayi usia empat bulan dan sedang mengalami masa oral, perlu kehati-hatian ibu
dalam menjaga anak,” ujarnya.
Dikatakannya,
ibu perlu mencuci dengan bersih tangannya ketika akan membantu anak untuk
makan. Sedangkan anak sendiri pada usia tersebut bisa juga dibiasakan untuk
mencuci tangan dengan membasuhkan air hangat di tangannya.
Baru
ketika ia berada di usia satu setengah tahun ke atas, ia sudah bisa diajar
dengan kebiasaan mencuci tangan. “Perlu peranan orangtua, guru, dan keluarga
untuk membantu kebiasaan ini,” imbuh Erman.
Hal
ini juga senada dengan penuturan Dhea. Menurutnya, mulai sekitar umur satu
tahunan, orangtua sudah mulai bisa mengajarkan anak secara mandiri untuk
mencuci tangannya.
“Namun,
dibiasakannya tentu saja sejak usia awal. Dimulai dari kebiasaan ibu atau
pengasuhnya dalam menjaga kebersihan. Setiap anak minum susu dibersihkan
mulutnya. Kemudian saat anak sudah bisa memegang roti sebagai makanan tambahan,
ibu atau pengasuh membiasakan membersihkan tangan sebelum memegang roti dan
mengelapnya kembali setelah selesai,” ujarnya menjelaskan dengan contoh.
Saat
anak sudah bisa berjalan, banyak bermain, dan makanannya sudah bervariasi, maka
mencuci kaki dan tangan dapat dibiasakan dilakukan sebelum dan setelah makan,
setelah bermain, akan tidur, atau saat mandi.
Selain
membiasakan anak dengan kebiasaan mencuci tangan, orangtua juga jangan lupa
untuk mengenalkan anak pada alat-alat kebersihan. “Misalnya tisu, lap, tisu
basah, air mengalir, sabun, dan sebagainya. Sehingga anak selain belajar
kebersihannya, anak juga belajar materinya,” demikian alasan Dhea.
Dengan
diawali dari kesadaran ibu atau pengasuh untuk selalu membiasakan kebersihan
terutama pada anak, menurut Dhea ini akan membuat anak terbentuk sikap untuk
menjadi bersih.
Tanamkan
Kebiasaan Cuci Tangan Lewat Dongeng
Sebetulnya
menanamkan pengertian pentingnya kebiasaan mencuci tangan dengan sabun ini
sudah bisa dilakukan pada saat anak usia balita ke atas. Seiring dengan
perkembangan kognitifnya, menurut Dhea kebiasaan ini bisa ditanamkan dengan
diawali dari pemahaman tentang kebersihan dan kesehatan.
“Misalnya
memberi pemahaman anak bagaimana kuman bisa masuk pada tubuh manusia. Kemudian
mulai lanjutkan dengan membantu anak setiap harus membersihkan tangan dengan
sabun. Setelah anak paham, orangtua bisa dengan cara mengingatkan. Bisa juga
diperkuat dengan dongeng-dongeng tentang kebersihan yang menarik anak, atau
dengan menceritakan kenapa orang bisa sakit. Akan lebih efektif lagi bila di
sekolah pun diajarkan dan dibiasakan,” terang Dhea.
Mencuci
tangan dengan sabun adalah satu diantara kebiasaan positif yang perlu
ditanamkan pada anak. Mulailah membiasakan anak dengan tahapan-tahapan proses
seperti menerangkan kepada anak tentang mengapa harus dilakukan cuci tangan
dengan sabun berikut akibatnya. Kenalkan juga pada anak subtitusinya, dalam
artian kalau tidak ada air dan sabun, bisa menggunakan cairan pencuci tangan
atau dengan tisu basah.
Sedangkan
dalam lingkungan keluarga, berlakukan aturan yang berlaku untuk semua anggota
keluarga dan bukan pada anak saja tentang kebiasaan mencuci tangan ini. Beritahukan
agar mereka bisa mencuci tangan kapan saja dan sebaiknya mencuci tangan dengan
sabun perlu dilakukan. “ Dengan demikian anak mengerti dan mau melakukannya
dengan kesadaran,” tambah Dhea.
Hindari
Tekanan dan Ancaman
Hindarilah
membiasakan anak memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun melalui cara
pemberian tekanan atau ancaman. Seperti pemaksaan, “Kamu harus cuci tangan,
kalau nggak bukan anak mama.” Atau ancaman, “Kalau kamu tidak cuci tangan,
nanti mama pukul.” Bahkan sampai terlau berlebihan seperti, “Kalau tidak cuci
tangan, cacing akan jadi ular di perutmu.”
Penekanan-penekanan
seperti ini dapat menimbulkan trauma pada anak yang kemudian disebut obsesi
kompulsif. “Trauma ini misalnya muncul karena mamanya menanamkan dengan cara
penekanan, jika tidak cuci tangan bakteri tambah banyak, maka perutnya bisa
meletus,” ujar Dhea.
Padahal
kenyataan yang ada anak terserang usus buntu dan harus operasi. Pada anak yang
rentan dengan emosi yang labil, maka menurut Dhea ia akan mengaitkan tidak cuci
tangan dengan perut yang harus dibedah.
Untuk
itu, sampaikan pada anak tidak dengan hukuman atau ancaman, tetapi dengan
pengertian. Tidak dengan bentakan tetapi dengan pujian. Ini semua dilakukan
supaya anak mencuci tangan bukan karena takut. Tetapi ia melakukannya karena
tahu konsekuensi yang harus ditanggung jika tidak cuci tangan.
Post a Comment
Post a Comment