Suatu ketika, Sunan Giri III teringat kerisnya
yang tertinggal di rumah Mbok Rondo. Ia lalu memerintahkan salah satu orang
terdekatnya yang bernama Ki Bayapati untuk mengambil keris tersebut.
“Kemarin saat sedang melakukan
perjalanan, aku singgah di rumah Mbok Rondo. Ia tinggal di Desa Barang. Tolong
ambilkan kerisku yang tertinggal di sana, ya,” pesan Sunan Giri III pada Ki
Bayapati.
Sebetulnya, keris milik Sunan Giri III
itu sudah disimpan Mbok Rondo dengan baik. Mbok Rondo terpikir akan
mengembalikan keris itu suatu saat. Atau, Mbok Rondo menunggu Sunan Giri III yang
datang mengambil kerisnya.
Sementara itu di tempat lain, Ki
Bayapati sedang menempuh perjalanan menuju rumah Mbok Rondo. Ia lalu menyusun
rencana.
“Aha, aku gunakan saja ilmu sirep.
Nanti, orang-orang itu pasti tertidur. Jadi kan aku bisa mengambil keris itu
dengan mudah,” gumam Ki Bayapati.
Ilmu sirep adalah kemampuan seseorang
yang bisa membuat orang lain tertidur pulas.
Sesampainya di tempat Mbok Rondo, Ki
Bayapati menjalankan rencananya. Benar saja, usai melepas ilmu sirepnya, banyak
orang yang langsung mengantuk berat dan tertidur pulas. Ki Bayapati langsung bergegas
mengambil keris Sunan Giri III yang disimpan Mbok Rondo.
Tapi, ternyata Mbok Rondo tidak tertidur
pulas. Dengan setengah tersadar, ia melihat Ki Bayapati mengambil keris Sunan
Giri III.
“Hah, ada maling!” cemas Mbok Rondo.
Dengan sekuat tenaga, Mbok Rondo lantas
berteriak lantang.
“Maling… Maling…” pekik Mbok Rondo.
Sayup-sayup, warga mendengar teriakan
Mbok Rondo. Sebetulnya banyak warga yang masih mengantuk karena ilmu sirep Ki
Bayapati. Namun saat mendengar teriakan Mbok Rondo yang makin lama makin keras,
para warga lantas lari berdatangan menuju rumah Mbok Rondo.
“Ada apa, Mbok?”
“Itu, ada maling yang mengambil keris milik
Sunan Giri III. Tolong ambilkan ya, Pak,” pinta Mbok Rondo memelas.
Melihat banyak orang mengejarnya, Ki
Bayapati panik. Ia lalu berlari kencang agar tidak tertangkap warga desa.
Saat melarikan diri, Ki Bayapati sampai
di sebuah kolam besar. Ia terpikir untuk terjun ke kolam tersebut. Tapi, ia
ragu karena kolam itu penuh dengan ikan lele.
“Kalau masuk, nanti aku bisa disengat
lele. Uh, pasti sangat sakit rasanya. Tapi, aku harus bersembuyi dari kejaran
warga. Aduh, aku harus bagaimana?” Ki Bayapati menjadi bingung.
Warga desa yang mengejar Ki Bayapati
makin mendekat. Karena terdesak, Ki Bayapati akhirnya memutuskan terjun ke
dalam kolam. Ia memilih bersembunyi di sana dari kejaran warga desa.
Setibanya di dekat kolam lele, warga
desa kehilangan jejak Ki Bayapati. Para warga melihat di permukaan kolam itu
begitu banyak ikan lele.
“Ke mana perginya pencuri itu? Ah, tidak
mungkin ia ada di sini. Ayo kita cari dia di tempat lain,” ujar seorang warga.
Mereka semua pergi meninggalkan kolam
lele yang menjadi tempat persembunyian Ki Bayapati. Ki Bayapati menghembuskan
napas lega. Akhirnya ia terbebas dari kejaran warga.
“Ah, andai aku meminta dengan baik-baik kepada
Mbok Rondo, pasti kejadiannya tidak akan seperti ini,” sesal Ki Bayapati.
Ki Bayapati lantas keluar dari kolam.
Tapi ia bingung. Ki Bayapati melihat ke sekujur tubuhnya dan melempar pandangan
ke ikan-kan lele yang berenang di kolam.
“Lho, kenapa kulitku tidak luka sama
sekali? Lele-lele itu ternyata tidak menyengat tubuhku!” gumam Ki Bayapati
heran.
Ia bersyukur, Tuhan telah
menyelamatkannya dari kejaran warga. Sepanjang perjalanan pulang, Ki Bayapati
terus memikirkan keanehan yang telah terjadi di kolam lele.
Sesampainya di Giri, keris itu lantas
diserahkan Ki Bayapati ke Sunan Giri III. Sebagai ucapan terima kasih, Sunan
Giri III malah menghadiahkan keris tersebut.
Ki Bayapati kemudian menyimpan keris
pemberian Sunan Giri III di Dusun Rangge, Lamongan. Karena itulah, sampai
sekarang, masih ada beberapa warga Lamongan yang memiliki tradisi tidak memakan
ikan lele. Menurut warga Lamongan, ikan lele telah berjasa menyelamatkan Ki
Bayapati.
Post a Comment
Post a Comment