Sudah
bulan Juli nih, dan sebentar lagi waktunya Agustusan. Tentunya banyak orang
ingat, bulan depan waktunya perayaan kemerdekaan Indonesia yang biasanya
dimeriahkan dengan berbagai lomba bertema menyenangkan dan menghibur.
Jika
ingat Agustusan, saya jadi ingat pengalaman waktu SD saat menghadapi lomba
sepeda hias untuk peringatan kemerdekaan. Jadi meski saat itu belum diumumkan
siapa yang akan mewakili sekolah untuk ikut lomba sepeda hias, saya sudah
semangat duluan tuh memikirkan nantinya sepeda hias saya akan seperti apa, dan
menyiapkan hiasan-hiasan yang akan saya pakai di sepeda.
Alhamdulillah,
untungnya bu guru di sekolah kok waktu itu ikut menyebut nama saya untuk
mewakili lomba sepeda hias. Coba kalau enggak? Wah, rugi dong usaha saya yang
terlanjur bela-beli ini-itu untuk menghias sepeda.
Cerita
anak berikut inilah sebagian besar isinya based on true story cerita saya
tersebut. Yang menyenangkan, cerpen ini pun pernah dimuat di halaman Kompas
Anak tanggal 29 Mei 2011.
Selamat
membaca ya semuanya.
**
Sepeda Hias Putri
Aku punya mimpi, suatu saat
bisa menaiki sebuah kendaraan seperti para putri kerajaan, berada dalam sebuah
parade di jalan raya, dan dilihat banyak orang. Hm...pasti menyenangkan!
Ini pasti gara-gara Mami
yang kerap mendongeng tentang putri kerajaan sewaktu kecil! Tetapi benar,
rasanya menyenangkan jika bisa seperti itu.
"Anak-anak, Ibu punya
pengumuman untuk kalian," seru bu guru.
Aku yang sedari tadi asyik
mencoret-coret buku, lalu menutup buku dan mencoba menyimak apa yang akan
disampaikan oleh Bu Rosa.
"Bulan November nanti,
seperti biasa, sekolah kita akan mengikuti parade sepeda hias. Nah, beberapa
nama yang Ibu sebutkan akan mewakili sekolah kita dalam parade sepeda hias
itu," ujar Bu Rosa.
Ternyata di antara sekian
nama, namaku disebut untuk mewakili sekolah.
"Eh, tetapi lihat nanti
ya, pasti sepedaku lagi yang akan dijadikan pemimpin barisan sepeda hias
sekolah kita!" ujar Wina dengan pongah.
"Iya, Win, aku yakin
itu! Hiasan sepedamu selama ini selalu yang paling bagus! Bahan untuk
menghiasnya saja selalu mahal!" timpal Dhea.
"Kamu Putri, pasti kamu
akan di barisan tengah atau di belakang seperti biasanya!" ejek Wina
sambil memandang ke arahku diiringi tawa teman-temannya.
Aku yang mendengar ucapan
Wina hanya diam.
"Ah, biarkan saja. Aku
juga enggak ingin dianggap sebagai peserta parade paling bagus! Karena yang
penting aku bisa mewujudkan mimpiku menjadi putri berkendaraan sepeda hias yang
cantik!" kataku dalam hati.
Sesampainya di rumah, aku mulai
mencari ide. Waktu bertanya ke papi dan mami, mereka malah menyarankan untuk
menggunakan barang-barang bekas.
"Kok, barang bekas, Pi,
Mi?"
"Yah coba kamu pikir,
beli bahan mahal tetapi akhirnya hiasan itu akan dibuang. Sayang dan
buang-buang uang kan?" ujar Papi.
"Iya, Putri, barang
bekas kalau dibuat menarik, bagus juga. Begini, kamu buat rancangannya dulu,
lalu kami akan bantu mewujudkan idemu!" saran mami.
Sejak itu, aku mulai
menggambar rancangan sepedaku. Hm, sepertinya jika dibuat ada sayapnya pasti
menarik. Aku lalu menunjukkan rancanganku itu kepada papi dan mami.
Kedua orangtuaku menyarankan
untuk menggunakan plastik bekas bungkus makanan ringan. Karena bingung mencari,
akhirnya aku meminta plastik-plastik bekas kepada bapak kantin sekolahku.
"Memangnya mau dibuat
apa, Put?" Pak Heri bingung akan ulahku mengumpulkan plastik-plastik
bekas.
"Hm, ada saja, Pak!
Nanti Bapak lihat saja hasilnya!" jawabku bermain rahasia.
Pak Heri cuma geleng-geleng
kepala melihat ulahku.
Meski parade sepeda hias
baru akan berlangsung seminggu lagi, aku sudah mulai menghias beberapa bagian
sepedaku. Plastik-plastik bekas aku balik semuanya. Aku gunakan lapisan yang
perak saja.
Karena sepeda yang biasa
dipakai ke sekolah sudah mulai dihias, aku berjalan kaki ke sekolah.
Parade sepeda hias tinggal
dua hari lagi. Mami, papi, dan Kak Rendra membantuku menghias.
"Wah, sepedamu pasti
menarik nantinya! Idenya dari mana sih, Put?" tanya papi sambil membantu
melipat plastik pembungkus makanan di tubuh sepedaku.
"Dari cerita
mami!" jawabku mantap.
"Lho kok bisa dari
cerita Mami? Cerita Mami yang mana, Put?" Mami bingung menerka-nerka.
"Itu lho Mi, tentang
seorang putri yang memiliki kendaraan cantik dan disukai oleh banyak
orang!" jawabku.
"Ih, itu kan cerita
Mami zaman waktu kamu masih kecil. Itu lho Pi, cerita pengantar tidur si
Putri..." terang mami.
"Ha-ha-ha...kamu ini
kreatif juga, Put!" puji Papi.
"Yah, siapa dulu dong
papi-maminya? Kan papi dan mami yang selalu mengajarkan untuk jadi anak kreatif
dalam mewujudkan apa yang Putri mau?"
Keesokan harinya, aku
berangkat ke sekolah mengayuh sepeda dengan riang gembira. Penampilannya hampir
mirip seperti yang ada dalam bayanganku selama ini.
Apalagi, warnanya serba
perak berkilau! He-he-he, padahal dari plastik bekas makanan tuh!
Sementara itu sepanjang
jalan, banyak orang menyapaku karena senang melihat sepeda hiasku.
Ternyata sesampainya di
sekolah, Bu Rosa tertarik melihat sepeda hias rancanganku.
"Wah, Put, sepedamu
menarik sekali hiasannya! Kalau begitu, kali ini kamu yang berada di barisan
depan ya! Biar Wina di barisan nomor tiga. Nomor duanya Rio.
Sepertinya hiasan sepeda Rio
menarik dan kreatif. "Pasti para juri akan senang melihat karya kalian
yang kreatif," Bu Rosa mengatur barisan sepeda hias.
Namun, kejutan lain ternyata
menungguku. Saat berkumpul di alun-alun, sekolahku mendapat undian barisan
nomor satu, memimpin parade sepeda hias hari itu.
Tentu saja aku tidak
menyangka. Aku belum pernah berada dalam sebuah parade sepeda hias di barisan
paling depan. Apalagi, barisan paling depan di antara seluruh peserta parade!
Sepanjang jalan, banyak
orang menyenangi sepedaku. Komentarnya unik dan lucu-lucu. Ada yang menyangka
hiasan sepedaku mirip ikan, mirip burung, bahkan ada yang berkata mirip mata
kucing.
Yah, meski tidak ada yang
menebak dengan benar jika sepedaku adalah sebuah kereta seorang putri, aku
cukup senang.
Hm..., ternyata memiliki ide
kreatif dan menghasilkan sesuatu yang bagus itu tidak selalu mahal!
Pulang dari parade, aku
langsung menuju kantin Pak Heri. Waktu melihat sepeda hiasku dan bercerita
kejadian menarik selama parade, Pak Heri mengatakan senang karena sudah bisa
membantu.
"Terima kasih, Pak.
Bapak sudah banyak membantu, Putri!" ujarku kepada Pak Heri.
Post a Comment
Post a Comment