Buat urusan sekolah, Kayyisah itu paling
sering dapat pertanyaan seperti ini…
“Wah, udah besar ya. Sudah sekolah?
“Kelas berapa? TK A atau TK B?”
“Sekolah di mana?”
Ada dua kewajaran sih kenapa Kayyisah sering
dapat pertanyaan itu. Yang pertama, karena umurnya sudah tiga tahun lebih. Yang
ke dua, anaknya tinggi. Jangankan dikira PAUD. Kayyisah itu sering dikira anak
sekolah TK.
Dan, kalau saya bilang Kayyisah itu belum
sekolah, ganti deh pertanyaan seperti ini…
“Lho kok belum sekolah? Umur berapa?”
“Kenapa belum sekolah?”
Kalau sudah seperti ini, saya sebetulnya antara
malas dan kepengen menjelaskan panjang lebar.
Alasan aslinya, sebetulnya saya itu ingin
Kayyisah homeschooling alias HS di rumah. Tapi abinya kurang setuju. Apalagi orangtua
saya, wah, penentang kelas berat!
Alasan lain dan ini memang kesepakatan saya
dan suami, kami sebetulnya ingin Kayyisah langsung TK saja. Alasannya, karena
khawatir anaknya bosan sekolah nantinya.
Nah, dulu sempat tuh saya pede jawab yang alasan
pertama. Yang ada saya menuai komentar seperti, “Kok anak di HS? Nanti
kemampuan sosialnya gimana? Anak kan butuh teman.”
Saya tuh kalau dengar kata-kata ini aslinya
suka pengen ketawa. Lha apa pada nggak nyadar kali ya? Ada tuh anak yang dari
kecil sekolah tapi kecerdasan sosialnya nggak seberapa. Kalau memang dasarnya
anak introvert, ya tetap saja. Meskipun dia disekolahin, bawaannya dia nggak
suka bersosial dengan orang banyak.
Hihihi… ini mah saya nunjuk hidung sendiri!
Toh yang namanya anak bergaul itu kan nggak
mesti di sekolah. Dia bisa saja main atau ikut kegiatan di mana, dan bersosial
dengan orang lain.
Contohnya sih saya lihat di Kayyisah sendiri
yang punya karakter ekstrovert turunan dari abinya. Meski sehari-hari dia
banyak di rumah dan berinteraksi dengan saya, tapi kalau diajak ke tepat yang
ada anak kecilnya, dia langsung nyamperin anak-anak itu dan ikut main.
Momen-momen seperti saat saya ajak dia ke
mushola, ke pengajian yang ibu-ibunya bawa anak kecil, ke tempat bermain anak, saat
bersama keluarga besar, adalah saat di mana saya minta dia untuk belajar
kecerdasan sosial.
Hal-hal seperti kemampuan Kayyisah dalam hal
mau berbagi, bermain bersama, atau berkonflik sekalipun dengan anak lain,
biasanya akan saya awasi dari kejauhan. Kalau ada yang memang perlu saya
dekati, baru saya Kayyisah yang sedang bermain dengan anak-anak lain saya
dekati.
Main sama anak-anak yang sedang les ke rumah pakai aplikasi online |
Misalnya pernah nih waktu Kayyisah saya ajak
ke masjid untuk ikut pengajian, saya lihat ada anak yang lebih besar dan sudah
berdiri, menyuruh Kayyisah pergi menjauh sementara anak ini menguasai area
pintu masuk. Kondisnya waktu itu, Kayyisah umur dua tahun lebih, masih ngesot
ke mana-mana, dan belum bisa berjalan.
Baca di sini ya alasan kenapa kok di umur segitu Kayyisah belum bisa berjalan.
Meski tuh anak berkali-kali mengancam akan
menendang Kayyisah, meski Kayyisahnya malah sebodong teuing dan keukeuh mau
main dengan anak itu, tetap saya memilih mengawasinya dari jauh. Yang namanya anak-anak,
sebentar kemudian juga Kayyisah dan anak itu main bersama lho.
PAUD
a la Kayyisah
Meski hingga sekarang saya masih belum
memutuskan Kayyisah untuk ke lembaga pendidikan usia dini atau PAUD di luar
rumah, sebetulnya saya semaksimal mungkin memberinya kegiatan yang membuat dia
bisa bermain sekaligus belajar hal-hal tertentu.
MIsalnya bisa dilihat di artikel ini ya.
Ide-ide kegiatan tersebut biasanya kebanyakan
saya dapatkan dari internet. Ada yang dari beberapa teman yang biasa melakukan
hal seperti saya, instagram, atau blog beberapa homeschooler yang kebanyakan
saya tahu mereka tinggal di luar negeri.
Mostly, saya paling banyak dapat dari ide
dari Jamie Reimer yang punya blog bernama Hands on As We Grow. Saya sampai langganan
email-nya Ms Jamie ini. Lewat emailnya, Ms Jamie suka berbagi beberapa
tantangan kegiatan selama seminggu, berikut ide dan bahan kegiatan yang
diperlukan.
Kalau di blognya, saya sampai mencatat
satu-satu lho ide kegiatan dari Ms Jamie dan anaknya yang kira-kira bisa saya
aplikasikan dengan Kayyisah. Enaknya, dia mendeskripsikan detail bahan yang
diperlukan apa saja, kegiatannya seperti apa, manfaat yang bisa didapat anak apa.
Untuk ide kegiatan, Ms Jamie ini membagi
secara detail mulai dari mana kegiatan yang melibatkan motorik kasar, motorik
halus, craft, art, kegiatan di luar ruangan, atau kegiatan anak yang bisa
dilakukan bersama keluarga.
Tiap kegiatan juga ada seperti materinya lho.
Ada kegiatan yang membuat anak mengenal huruf, matematika (bisa hitungan atau sekedar
angka), menulis dan mengenal nama, warna, bentuk, sampai kegiatan sains.
Kesemuanya itu ada perencanaannya juga
evaluasinya seperti apa. Ms Jamie membagi bentuk draftnya di blognya tersebut.
Beuh, lengkap ya? Jadi kalau ada yang bilang
HS itu belajar ngasal di rumah, siapa
bilang? Tuh, Ms Jamie sampai sedetail itu melakukannya bersama anaknya
di rumah.
Kalau di instagram, saya suka ngepoin IG-nya @thedadlab.
Yang garap IG ini bapak-bapak homescholer lho! Dia suka banget berbagi vlog dan
foto sampai aktivitas kecil saat dia jalan sama kedua anaknya.
Sedangkan kalau teman yang suka kadang saya
reactivity (ada recook berarti ada reactivity ya? Hehehe) itu Fb atau IG-nya Bunda
@yenisovia dan Bunda @tsabitpramita.
Jadi kalaupun Kayyisah itu belum sekolah, dia
sudah bisa kok kenal warna, angka, memegang alat tulis, dan beberapa kemampuan
lain. Heuheuheu… berasa sombong!
Yah, kalaupun memang Kayyisah nanti sekolah,
akhirnya saya memilih untuk afterschooling dan tidak jadi mewujudkan
homeschooling untuknya. Ia akan tetap sekolah, tapi saya juga tetap akan
memberikannya kegiatan bermain dan belajar di rumah.
Post a Comment
Post a Comment