Seperti biasanya, apapun bisa jadi ide untuk
seorang penulis. Termasuk ide untuk cerpen yang pernah dimuat di Majalah Bobo ini.
Aslinya, ide karakter tokoh Pak Topi Hitam
itu berasal dari saya sendiri dan seorang teman. Kadang, saya bisa suka cerewet
ngatur ini itu ke orang lain.
Nah, ternyata saya punya teman yang lebih ekstrim
lagi. Dia sampai sering menyakiti hati temannya. Padahal temannya memberikan
sesuatu yang tujuannya biar dia suka.
Tapi kalau langsung dikomentari nggak enak,
ya siapapun juga akan kaget dong ya.
Jadi begitu deh ide insipirasi di balik
cerpen ini. Selamat membaca ya…
***
Tetangga
Pak Topi Hitam
“Tetangga yang baik itu suka kebersihan, enggak
suka berisik, lalu kalau dikasih makanan itu ya balas memberi makanan,” Pak
Topi Hitam berhenti mengomel sejenak. Ia teringat Pak Gendut yang dulu tinggal
di sebelah kiri rumahnya.
“Balas memberi makanannya itu juga harus yang
enak. Aku kan sudah memberi dia mi istimewa yang kubuat dengan sari strawberry.
Eh, dia cuma mengirimi aku mi goreng biasa. Tetangga macam apa itu?” Pak Topi
Hitam terus mengomel sambil berjalan. Ia tidak sadar jika langkahnya telah
sampai di Kampung Baru tempat para tetangganya sekarang tinggal.
Dulu, Pak Topi Hitam hidup dikelilingi
tetangga yang baik dan ramah. Namun selalu ada yang menurutnya kurang baik dari
para tetangganya itu. Karena tidak tahan, satu per satu para tetangga Pak Topi
Hitam pindah ke Kampung Baru. Mereka menghormati leluhur Pak Topi Hitam yang
pernah membangun Desa Lama.
Saat sadar, Pak Topi Hitam lantas segera
bersembunyi. Ia ingin tahu bagaimana kehidupan para tetangganya kini di Kampung
Baru.
Ia melihat Bu Rok Kuning sedang memetik labu.
Pak Topi Hitam memekik tertahan. Itu buah kesukaannya! Dulu, ia sering membuat
kue labu. Tapi tidak lagi sejak Bu Rok Kuning pindah. Pak Topi Hitam selalu
kesal pada Bu Rok Kuning yang suka memupuk kebunnya dengan kotoran sapi.
Menurut Pak Topi Hitam, kebun labu jadi membuat lingkungan desanya bau.
Lalu, ia melihat Nona Sepatu Besar sedang
membawa sekeranjang apel hijau. Lagi-lagi Pak Topi Hitam menutup mulutnya
erat-erat. Ia takut suara memekiknya terdengar karena begitu ingin apel itu.
Dulu Nona Sepatu Besar sering datang ke rumahnya memberi apel hasil kebunnya
sambil bernyanyi keras. Pak Topi Hitam tak suka dengan suara Nona Sepatu Besar
yang berisik. Tapi sejak Nona Sepatu Besar pergi, ia tidak bisa lagi membuat
manisan apel.
Pak Topi Hitam mengeluh. “Uh, andai saja aku
bisa berkebun, pasti aku bisa membuat kue labu dan manisan apel yang lezat!”
Tak lama kemudian, Pak Topi Hitam melihat Pak
Gendut berjalan melintas. Ia menyapa Nona Sepatu Besar dan Bu Rok Kuning. “Wah,
labu yang besar dan bagus. Apel-apelnya juga terlihat segar. Andai ada Pak Topi
Hitam, ia pasti bisa membuat makanan yang lezat.”
Nona Sepatu Besar tertunduk sedih menatap
keranjang apelnya. “Sayang, aku tidak bisa membuat manisan apel seenak
buatannya. Andai bisa, aku ingin membuatnya dan mengirimkan untuk Pak Topi
Hitam. Bukankah sekarang hari ulang tahunnya? Aku ingin memberi kado itu
untuknya.”
“Ya, aku juga tidak bisa membuat kue labu
yang lezat. Aku ingin membuatnya dan memberikan itu padanya. Tapi, ia pasti
tidak suka,” sahut Bu Rok Kuning.
“Sama. Aku juga tidak bisa memasak yang enak.
Eh, bagaimana jika malam ini kita diam-diam datang ke rumahnya? Kita letakkan
saja sekeranjang apel dan sebuah labu besar di depan pintu rumahnya?” usul Pak
Gendut.
Mata Bu Rok Kuning dan Nona Sepatu Besar
langsung berbinar.
“Usul yang bagus. Biar dia sendiri yang memasaknya.
Sejak kita pergi, ia tidak bisa lagi membuat kue labu dan manisan apel karena ia
tidak pernah bisa berkebun,” ujar Bu Rok Kuning.
“Ya, aku setuju. Aku janji, nanti malam aku
akan datang dan tidak bernyanyi. Aku tak mau ia terganggu lagi dengan suaraku,”
ucap Nona Sepatu Besar.
Pak Topi Hitam yang mendengar semua itu merasa
terharu, para tetangganya masih ingat makanan-makanan yang suka ia buat. Bahkan
mereka ingat jika sekarang hari ulang tahunnya. Sementara Pak Topi Hitam
sendiri malah lupa.
Sebuah ide terbersit di kepala Pak Topi
Hitam. Ia ingin menyambut kedatangan tetangganya malam ini dan membuatkan kue
labu dan manisan apel untuk dimakan bersama. Pak Topi Hitam malu, ia selalu
menuntut tetangga-tetangganya ini dan itu. Sementara mereka tak pernah marah saat
Pak Topi Hitam mengusir mereka dari Desa Lama.
asyik...rajin nulis cerepn ya mbak..aku juga lagi mengasah ketrampilan nulis fiksi nih
ReplyDeleteKebanyakan yang di blog ini cerpen-cerpen lama yang pernah dimuat Mbak. Buat dokumentasi dan portofolio :D Semoga juga banyak manfaatnya buat para ortu dan anak-anak...
Delete