Kali ini saya ingin membahas tentang apa dan
bagaimana tentang membimbing anak belajar yang perlu dilakukan oleh orangtua. Tulisan
ini berdasarkan hasil wawancara dengan Imelda Yetti yang beberapa tahun lalu sempat
saya wawancarai sewaktu saya menjadi reporter di Batam. Saat itu, ia adalah
pengajar di Sekolah Charitas Batam.
Sering orangtua mewajibkan anaknya untuk
belajar tanpa ingin tahu mengapa ada anak yang sulit dalam proses belajarnya.
Akibatnya meski anak dipaksa terus belajar, anak tak kunjung menjadi pintar
dalam artian menyerap apa yang dipelajarinya sendiri.
Padahal menurut Imelda, ada beberapa faktor
yang dapat memengaruhi kemampuan anak dalam belajar. Faktor-faktor tersebut
antara lain, waktu, dukungan, budaya, konteks, dan kebebasan memilih.
Dikatakannya lebih lanjut, tiap anak memiliki
waktu yang berbeda-beda untuk dirinya sehingga ia bisa mudah menyerap apa yang
dipelajarinya.
Anak pun membutuhkan dukungan dari lingkungan
sekelilingnya dalam hal belajar. Bisa jadi dari orangtua, guru, atau
teman-teman di sekelilingnya. Sedangkan untuk faktor konteks dan kebebasan,
kedua faktor ini agak berkaitan satu dengan yang lain.
“Misalnya yang saya alami sendiri, ada anak
yang tidak mau saya ajak untuk mengerjakan sebuah tugas meskipun saya
memberitahunya kalau nanti ia tidak bisa mendapatkan nilai dari situ. Tapi apa
jawabannya, menurutnya, ia tidak membutuhkan mempelajari hal tersebut. Dari
situ justru saya lah yang harus mengoreksi diri dalam pengajaran saya,”
terangnya.
Di sinilah peran orangtua dan guru untuk
mengemas apa yang perlu mereka lakukan agar anak merasa apa yang dipelajarinya
adalah hal yang penting. Sedangkan faktor kebebasan memilih bagi anak untuk
belajar sebetulnya perlu juga diperhatikan.
“Kalau
di luar negeri sendiri, anak diminta untuk mengatur waktu dan apa yang ingin
dipelajarinya. Misalnya dia ingin belajar malam-malam dan kembali ke sekolah,
dia bisa melakukannya dan sekolah pun menyediakan waktu perpustakaan misalnya
pada jam malam,” imbuh Imelda.
Selain faktor tersebut, kemampuan anak untuk
belajar juga dipengaruhi oleh jenis atau tipe yang dimilikinya. Ada anak yang
memiliki tipe visual atau kuat mencerna dari penglihatannya, kinestetik atau
kekuatan belajar dari melihat hal yang bergerak, atau auditori yaitu kemampuan
belajar dari apa yang didengarnya.
Maka ketika anak misalnya kurang bisa belajar
pelajaran Sejarah melalui teks, anak bisa belajar pelajaran sejarah dari media
komik. “Itu saya alami pada anak didik saya. Dia tidak bisa belajar sejarah
dari cara teks. Tapi ketika saya beri komik tentang sejarah Hitler, dia malah
bisa belajar dari situ.”
Tipe Pagi sampai Burung Hantu
Ada tiga tipe waktu yang berbeda-beda yang
dimiliki anak dan mampu mempengaruhi kemampuannya dalam belajar. Ketiga tipe
tersebut menurut Imelda antara lain tipe orang pagi, tipe jam 10.00 hingga
15.00, serta tipe malam atau tipe burung hantu.
“Dan
menurut hasil sebuah penelitian yang saya baca, sepertiga lebih dari sejuta
siswa suka belajar di waktu pagi. Kemudian selanjutnya adalah mereka yang bisa
belajar di waktu jam 10.00 hingga 15.00, dan baru mereka yang bisa belajar di
malam hari atau tipe burung hantu,” terang Imelda.
Jadi menurutnya, sah-sah saja jika sampai ada
sekolah malam atau kursus yang diadakan pada malam hari. Bahkan menurutnya di
sebuah sekolah di Singapura, ada sebuah sekolah yang membolehkan siswanya untuk
belajar pada malam hari. Namun, itu tetap tidak boleh dipaksa.
Meski namanya sama-sama belajar, tetap saja,
anak tidak bisa dilarang untuk belajar dengan caranya sendiri. Misalnya, ada
tipe anak yang unik yang dapat belajar malam hari meski itu berada di mall.
“Jadi tidak selalu anak yang ke mall itu dinilai negatif,” imbuh Imelda.
Tiga Menit Sehari untuk Anak
Lantas bagaimana caranya agar orangtua bisa
mengerti seperti apa tipe belajar yang dimiliki oleh anaknya? Tentunya,
orangtua harus dekat dan mengerti tentang karakter apa yang dimiliki oleh
anaknya.
Sayangnya, tidak sedikit para orangtua yang
langsung begitu saja menyerahkan anaknya dan kemudian menjadi tanggung jawab
sekolah. Padahal, seharusnya orangtua tetap berperan untuk membantu anak dalam
belajar di rumah atau setelah anak pulang dari sekolah.
“Tiga menit saja setiap harinya perlu
dilakukan orangtua untuk membantu anak. Itu sangat berarti sekali. Misalnya
dengan menanyakan apa yang sudah dipelajari anak di sekolah. Nah dari situ
orangtua baru bisa mengamati seperti apa karakter anak dalam belajar,” saran
Imelda.
Ketika orangtua sudah mengerti karakter yang
dimiliki anak, maka orangtua perlu berperan untuk mengatur waktu belajar bagi
anak yang sesuai dengan karakternya. Jadi jangan sampai orangtua hanya terus
menerus menyuruh anak belajar tanpa mau mengerti seperti apa karaketristik yang
dimilikinya.
Saya cuma manggut manggut saja menyerap ilmu parenting di blog ini :D
ReplyDeleteHehehe... Makasih Mas sudah berkenan main ke sini...
DeleteBener ya mbak, anak itu juga perlu terus dibimbing dalam belajar. Karena saya pun gak akan mau ketinggalan momen-momen seperti ini, nanti kalau sudah besar belum tentu mau ditemani
ReplyDeleteSetiap anak memiliki cara belajar yg berbeda emang... Ada yg audio, ada yg visual, ada juga yang keduanya. Mungkin bisa disesuaikan sm tipe masing2 anak saat belajar jg.
ReplyDeletekebetulan banget punya anak yang masuk SD, jadi tambahan pijakan buat saya saat membersamai anak. terima kasih mba
ReplyDeleteAnak-anak saya juga saya bebaskan untuk memilih jam belajar. Biasanya emreka memilih belajar malam, setelah maghrib. Alasannya kalau langsung belajar lagis etelah pulang sekolah, bisa-bisa otaknya ngebul hehehe. Saya batasi maksimal sampai pukul 9 malam. Gaya belajar pun saya sesuaikan dengan karakter anak. Kalau yang sulung tipe auditori, sedangkan bungsu tipe visual
ReplyDeleteMembaca artikel ini mengingatkan saya pada teori 7 multiple intelegences (kalau tidak salah sekarang sudah 8) bahwa gaya belajar anak itu berbeda. Di sekolah tempat saya mengajar, komunikasi antara guru dan orangtua terjalin baik, sehingga kita bisa memfasilitasi keinginan anak. Nice artikel Mba
ReplyDeleteSetuju Bun mengajari anak harus sesuai dengan tipe belajar dan karakter anaknya. Kalau Erysha yang pasti bukan tipe anak kinestetik. Hahaha
ReplyDeleteInfonya pas banget buat aku yang sedang mencari momen tepat belajar kepada Arkana, anakku yang pertama. Kalau pemilihan waktu belajar benar tuh, kalau aku tipenya burung hantu. Lebih suka suasana sunyi biar lebih konsentrasi.
ReplyDeleteTiga menit sehari bisa memberikan efek luar biasa pada keluarga, dengan begitu komunikasi tetap terjaga dengan baik yah mbak
ReplyDeleteiya ya mungkin sekarang anak kita masih kecil masih banyak waktu bareng tapi kalo pas udah agak gedean uda susah banget ya mbak buat duduk anteng bareng gt
ReplyDeleteanak saya baru duduk di kelas 1 SDIT
ReplyDeletega ada sistem PR
pulang skul udah sore
jadi di rumah dia cuma santai nonton kartun atau main
cara saya mengingatkan dia tentang hafalan quran dengan pura pura menyebutkan salah satu ayat dan kemudian meminta dia melanjutkan
cuma kadang dia capek dan moody
memang harus bisa berpandai pandai membujuknya biar dia mau mengulang hafalannya
Setuju banget kalau orangtua tetap berperan untuk membantu anak dalam belajar di rumah atau setelah anak pulang dari sekolah. Semuanya untuk kebaikan anak ya mba
ReplyDeleteJd keinget dulu suka disuruh bangun sama ibu jam 3 pagi buat belajar. Trus kebiasaan itu kebawa mpe skrng. Cuma bedanya dulu jam 8 malam dah bobo, skrng, bisa bobo jam 10 aja dah alhandukillah banget haha. Emamg beda2 sih ya waktu "on" tiap2 org😂
ReplyDeleteWaktu belajar setiap orang memang berbeda-beda ya mbak, pencerahan baru lagi nih untuk saya. Thanks udah sharing, mbak.
ReplyDeleteIni tamparan banget sama aku kak. Kadang persepsi aku dipaksakan ke si anak, yang malah anak jadi tantrum. Kadang suka lupa kalo anak punya keunikan sendiri.
ReplyDeleteSaya termasuk tipe burung hanty nih, karena baru on moodnya klo malam hehe.
ReplyDeleteTiga anakku saja cara menangani belajarnya beda-beda, klo gak memahami bisa anak justru ngambek ya
ReplyDeleteWaktu, dukungan, budaya, konteks dan kebebasan memilih, #noted. Jadi banyak faktor ya ternyata yg mempengaruhi daya serap seorang anak dlm belajar...wah ilmu baru ini, thanks ilmunya ya Mbak..
ReplyDeleteTerkadang kita terlalu fokus pada hasil dibandingkan proses dan kadang menyepelekan anak. Padahal mah dulu kita juga begitu ya mba, gak tau apa2.
ReplyDelete