Nasib sebuah buku di tangan pembacanya
bisa dimulai dari bab satu. Yap, karena itu bab satu sering disebut sebagai
jendela buku. Ibaratnya andai kita ingin tahu sebuah rumah, lalu menjulurkan
kepala untuk melihat kesan sekilas isi rumah melalui jendelanya, muncul atau
tidaknya rasa penasaran bisa berawal dari situ.
Tapi ngomong-ngomong, kok ya kurang
kerjaan banget gitu nge-kepo-in rumah orang dari jendelanya? Lha kalau duluan
digetok kepalanya sama yang punya rumah gimana?
Sudahlah, saya sedang nggak mau berdebat
tentang seberapa besar peluang kepala kita digetok sama pemilik rumah orang
gara-gara kita ngintip dari jendelanya. Karena sebetulnya kali ini saya mau
main perbandingan bagaimana istimewanya sebuah buku dari bab satunya. Ada empat
buku yang akan saya bandingkan. Dan keempat-empatnya punya genre yang berbeda.
Karena saya hobinya membaca dan menulis
cerita anak dan remaja, keempat buku itu nantinya akan ada di antara lingkaran
tersebut. Buku apa sajakah itu?
Adakah dari para pembaca blog ini yang
sudah pernah membaca buku Hujan karya Tere Liye? Hm… kalau yang ini kayaknya banyak
yang ngacung lah ya…
Kalau buku Luka dan Api Kehidupan karya
Salman Rushdie?
Krik krik, krik krik…
Buat yang langsung memicingkan mata
karena baca nama Salman Rushdie, for your information, buku ini kategorinya
buku anak, lho. Jadi Salman Rushdie itu sebetulnya piawai juga membuat buku
anak. Genrenya fantasi, dan isinya seru! Unsur penistaan agama? Beneran nggak
ada kok. Kalau nggak percaya, tanya aja Pak Haji (*eh ini mah logatnya si Ucup,
ya?)
Kalau yang masih bingung emangnya ada
apa dengan Salman Rushdie, tanyakan saja pada rumput yang bergoyang. Eh, kalau
itu sih sampai kiamat juga nggak akan terjawab! Jadi, tanya saja pada mbah
google deh yah.
Terus kalau buku Middle School: Get Me
Out of Here karyanya James Patterson dan Chriss Tebbets, siapa yang sudah
pernah baca? Tebakan saya, kayaknya kalau buku yang ini sudah agak banyakan
yang baca. Labelnya saja New York Tims Bestselling Series.
Begitu juga dengan buku Sherlock, Lupin,
dan Aku: Kawanan Si Nyonya Hitam karyanya Irene Adler, ada yang pernah baca?
Kalau yang belum, mesti langsung kepincut nama Sherlock. Yap, bener kalau yang
nebak nama panjang Sherlock di tokoh ini adalah Sherlock Holmes. Itu lho, tokoh
detektif kesohor di dunia fiksi. Nah, buku ini versi anak-anaknya. Iya,
Sherlock dan kawan-kawan diceritakan masih di usia anak-anak.
Buat yang sudah nebak benar nama panjang
Sherlock, hadiahnya dapat payung cantik, yah! Hore… Silakan diambil di
toko-toko terdekat yang menjual payung. Tentunya hadiah ini bisa ditebus dengan
harga payung itu sendiri. *kedipcantikbinusil
Sekian basa-basi saya. Sekarang yuk kita
bahas satu per satu buku yang sudah terpilih acak dari koleksi saya tersebut.
Tak
Selamanya Hujan Membawa Keromantisan
“Selamat datang di dunia masa depan.”
Rasanya sapaan itu yang saya terima dari
membaca bab satu novel Hujan. Sebagai pembaca, saya langsung disuguhkan dengan sebuah
setting ruang pengobatan berteknologi canggih yang tak saya jumpai di zaman
saya sekarang.
Tidak hanya deskripsi tentang ruang dan
seperti apa kecanggihan teknologi yang sudah ada di masa itu, pembaca juga
langsung disuguhkan dengan sekilas informasi dari tokoh utama cerita, Lail.
Sepanjang awal bab buku yang bergenre
romance ini, saya juga merasa digiring ke sebuah pertanyaan yang terus
membulat. Kenapa Lail ada di situ? Apa yang akan dilakukan pada Lail oleh
tenaga medis yang sedang menanganinya? Kenapa Lail begitu sedih? Hingga
kebulatan rasa penasaran saya makin sempurna saat membaca kalimat terakhir di
bab tersebut.
“Aku ingin melupakan hujan.” Ini seperti
sebuah pernyataan yang mementahkan segala anggapan bahwa hujan adalah bumbu
keromantisan.
Menurut saya, Tere Liye begitu piawai
menggiring rasa penasaran pembaca. Ia meletakkan kekuatan pengenalan setting
seperti untuk memberi tahu pembaca, “Hei, novel ini asik lho. Tentang dunia
masa depan yang tak pernah kau ketahui.”
Tak hanya itu. Untuk kebanyakan orang
yang punya kadar kepo pada nasib orang lain, menurut saya Tere Liye juga
memanfaatkan hal itu. Coba bayangkan saja, kita sedang di jalan nih. Lalu lihat
orang nangis. Kebanyakan dari kita pasti akan bertanya-tanya.
Bisa dibilang, novel ini tidak mengambil
jenis pengenalan sekilas semua tokoh di bab awalnya. Tapi dengan gaya
menyuguhkan sebuah episode yang memancing penasaran, di situlah kekuatan dari
bab satu novel ini.
Memainkan
Pikiran Pembaca Lewat Anjing dan Beruang
Buat yang tidak mau tertarik sama sekali
dengan segala buku Salman Rushdie karena berita yang pernah beredar, yuk saya
ajak untuk kenalan sedikit dengan buku yang ini. Hohoho, saya paksa Anda
membacanya! Sekali lagi, ini tentang sebuah buku anak bergenre fantasi lho.
Dan untuk ke sekian kalinya, saya
acungkan banyak jempol untuk Salman Rushdie yang sangat jago membuat cerita
antah berantah khayalistik tingkat dewa! Setelah dulu sewaktu kuliah di 2003
untuk pertama kalinya saya berkenalan dengan karyanya yang berjudul Haroun and
The Sea of Stories, tanpa saya duga, 13 tahun kemudian saya bisa menikmati
sekuelnya.
Di buku Luka dan Api Kehidupan, Salman
memberi giliran pada adiknya Harun untuk berpetualang. Namanya Luka, sebuah
nama yang membuat saya salah duga. Ya iya lah, saya kira luka yang dimaksud
adalah cedera pada tubuh. Eh, ternyata namanya orang.
Cerdasnya Salman itu ya, dia buat cerita
yang dari awal babnya saja sudah menantang pembaca untuk menguatkan imajinasi
membuat gambaran dua binatang. Ada anjing yang bernama beruang, dan beruang
yang bernama anjing. Nah lho?
Dari situlah kemudian Salman membawa
pembaca ke arah cerita kenapa kok ada dua binatang dengan nama yang tertukar?
Lalu di bagian ini juga awal perkenalan dengan tokoh Luka.
Buat siapa saja yang belum pernah
membaca sekuel pertama dari buku bergenre fantasi ini, tak perlu khawatir.
Karena hanya ada sedikit benang penghubung antara kedua buku tersebut kok.
Garis besarnya, jika buku pertama adalah tentang petulangan Harun, buku ke dua
ini adalah ceritanya Luka.
Salman seakan menegaskan itu di bagian
bab awal. Dan untuk memberi tahu jika buku ini punya kakak yang lebih dulu
muncul belasan tahun sebelumnya, Salman memang sedikit mengenalkan di bab
pertama. Hanya sedikit. Lalu selanjutnya tak masalah apakah pembaca buku ini
sudah pernah membaca sekuel pertamanya atau belum.
Selain perkenalan pada tokoh absurd
tertukar nama di anjing dan beruang yang kemudian jadi teman petualangan Luka,
pengenalan tentang Luka, Salman juga mengajak pembaca untuk melihat sekilas apa
yang akan jadi masalah besar dalam buku ini.
Bisa dibilang, bab satu a la buku Luka
dan Api Kehidupan ini isinya komplet. Ya ada pengenalan tokoh, juga ada masalah
awal cerita. Juga ada jurus mensetting mind set pembaca dengan memberi
kesempatan pada pembaca membuat sendiri gambaran dari tokoh yang ada.
Pesan tak tertulis di bab ini ialah,
kalau kamu tidak kuat membuat gambaran anjing berwujud beruang dan beruang
berwujud anjing, selamat, berarti kamu tidak kuat untuk kelak menikmati
kegilaan dunia dan cerita khayalan a la Salman Rushdie yang dijamin tidak akan
bisa ditebak oleh siapapun arahnya.
Perkenalan
yang Diawali dari Cerita Ledakan
Seperti gaya bercerita yang lugas di
sepanjang buku ini, bagian bab awal dari buku Middle School Get Me Out of Here
juga nggak pakai banyak basa-basi. Dari judulnya saja langsung tertulis,
“Boom!” dan lalu mengalirlah pengenalan tokoh sekaligus masalah awal yang
menimpanya yang jadi inti dari cerita buku ini.
Karena buku bergenre humor ini tergolong
novel grafis, maka di sepanjang cerita, pembaca akan disuguhi cerita yang
dikisahkan lewat tulisan dan juga lewat gambar. Demikian juga untuk bagian bab
satu buku ini. Untuk mengenalkan tokoh utama buku ini berikut masalahnya, duo
penulisnya mencampur di antara tulisan dan gambar.
Untuk pengenalan tokoh yang akan banyak
muncul dalam cerita, penulis tidak detail mengenalkannya langsung satu per
satu. Sepertinya penulis memilih mengajak pembaca untuk terus mengalir mengenal
tokoh seiring cerita yang ada.
Jaminan bahwa kelak pembaca tidak akan
menjumpai cerita yang bertele-tele juga menjadi pesan dari bab satu ini. Dan
dengan gaya itu pula, pembaca dipancing untuk terus mencari tahu bab demi bab
yang akan diceritakan selanjutnya.
Sebuah
Bab yang Langsung Membuatmu Kenal Semua Tokoh Inti Cerita
Sebuah perjalanan baru, pengenalan
orang-orang baru, dan itulah yang disuguhkan pada buku Sherlock, Lupin, dan
Aku: Kawanan si Nyonya Hitam. Buku bergenre detektif ini sepertinya ingin
memanfaatkan bab satu untuk memberi tahu kepada pembaca tokoh demi tokoh utama
yang akan hadir di sepanjang cerita.
Sekilas gambaran atau identitas fisik tiap
tokohnya juga sedikit dijabarkan dalam bab awal buku ini. Semenjak membaca bab
awal buku ini, saya seperti membayangkan sedang melihat film dengan tokoh
utamanya terus bicara mengambil posisi narator cerita.
Narasi cerita ini mengambil sudut
pandang Irene Adler. Ia langsung menyebut nama demi nama tokoh utama di buku
tersebut seiring dengan alur cerita awal ketika ia tiba di sebuah kota dalam
rangka liburannya.
Nah, si Irene ini lalu menggunakan orang
lain untuk mengenalkan nama dirinya. Mirip adegan film yang isinya ada tokoh
terus menarasikan cerita lalu di sela-selanya ada tokoh lain yang mengajaknya
atau diajaknya berbicara.
Dari contoh empat buku tadi, saya
seperti melihat model jendela yang berbeda-beda. Semuanya terbuka. Semuanya mengizinkan
pembaca untuk mengintip sekilas apa yang akan diceritakan dalam bab-bab
selanjutnya. Dan semuanya juga berusaha memancing rasa penasaran pembaca untuk
membalikkan halaman buku ke bab ke dua.
Post a Comment
Post a Comment